Abstract
:
Nigeria
merupakan negara yang memiliki cadangan minyak melimpah yang seharusnya bisa
dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi minyak dunia. Akan tetapi, investasi di
negara ini tidak banyak berkembang karena konflik warga sipil yang
berkepanjangan.
Diperlukan
upaya yang lebih dari pemerintah untuk bisa menerapkan kebijakan-kebijakan yang
bisa mengundang minat investor ke Nigeria.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Nigeria merupakan salah satu negara
yang memiliki cadangan minyak amat melimpah. Tahun 2008 Nigeria menempati
peringkat ke-10 dunia sebagai negara pemilik minyak bumi dan urutan ke-6 daftar
eksportir minyak mentah yang tergabung dalam OPEC. Pada tahun 2010 produksi
minyak mentah Nigeria mencapai 4 juta barel per harinya dengan cadangan gas sebesar
300-600 TCF sehingga mengantarkan Nigeria sebagai negara yang memiliki cadangan
gas terbesar ke-7 di dunia.[1]
Permintaan minyak dunia per quarter
3 tahun 2011 mencapai angka 88,3 juta barel per harinya dengan supply yang
hanya 87,5 juta barel per harinya. Artinya, dunia masih membutuhkan suntukan
0,8 juta barel minyak mentah per harinya.[2] Jika
diakumulasikan dalam satu bulan, kebutuhan minyak yang belum tercukupi mencapai
24 juta barel atau sekita 212 juta barel per harinya. Oleh karenanya setiap
negara, terutama yang tergabung dalam OPEC dituntut untuk memproduksi minyak secara
massal dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak dunia. memang angka sebesar 0,8
juta barel per hari bukan merupakan tanggung jawab Nigeria semata, akan tetapi
dibutuhkan komitmen dari setiap anggota OPEC untuk mencapai nilai produksi
tersebut dengan meningkatkan investasi eksplorasi minyak.
Untuk mencapai tujuan pemenuhan
kebutuhan tersebut, pemerintah Nigeria telah melakukan beberapa terobosan
kebijakan agar investor swasta dan asing bisa ikut andil secara aktif dalam
eksplorasi minyak bimi dan gas. Langksh tersebut diambil kaerna kesadaran
pemerintah Nigeria menyadari melimpahnya kekayaan minyak bumi Nigeria. Namun,
di sisi lain pemerintah tidak memiliki cukup kemampuan, baik dari segi dana
maupun sumber daya manusia yang memadai untuk memproduksi minyak secara lebih
efektif dan optimal.
Beberapa kebijakan tersebut
diantaranya pencanangan pemerintah dalam mekanisme kerjasama antara pihak
pemerintah maupun swasta asing yang berbentuk konsesi, join ventura, ataupun
kontrak pembagian produksi minyak bumi. Ketiganya memiliki kelemahan dan
keunggulan masing-masing baik secara tanggung jawab, permodalan, maupun
mekanisme pembagian hasil dan pembayaran jasa. Kebijakan tersebut juga tersusun
dalam master plan pembangunan
perekonomian dan investasi Nigeria yang dicanangkan utuk mencapai struktur
kerja yang transparan antara pemerintah dan swasta demi tercapainya suatu
pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang terintegrasi dan terus menerus.
Saat ini Nigeria mengalami penurunan
28 persen produktivitas eksploitasi minyak. Investor di negara ini cenderung
menerapkan strategi wait and see
dikarenakan belum jelasnya kebijakan fiscal yang dalam regulasi perminyakan
yang telah diajukan ke parlemen sejak dua tahun terakhir ini. Alhasil Nigeria
yang pada tahun 2002 bisa menemukan 34 sumur minyak, saat ini hanya bisa
mengksplorasi satu sumur baru minyak saja.[3] Masalah
tersebut membuktikan bahwasanya Nigeria, sebagai negara Afrika yang memiliki
produksi minyak terbesar kedua setelah Libya sedang mengalami kebuntuan dalam
hal investasi.
Di lain sisi, permasalahan konflik warga
negara yang terus melanda Nigeria juga melatarbelakangi minimnya niat investor
berinvestasi di Nigeria. Bagaimanapun, resiko politik dan resiko bisnis harus
diperhatikan dalam berinvestasi. Konflik politik dan pertikaian etnis selalu
mengancam stabilitas negara yang bisa mengurangi produktivitas kegiatan dan
memperbesar hambatan investasi. Hal ini senada karena kontak fisik serta
pertikaian selalu berakhir dengan penjarahan asset maupun infrastruktur yang
dimiliki investor setempat dan berakibat pada kesenjangan social dan ekonomi
berkepanjangan.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari karya tulis ini
adalah melimpahnya kekayaan minyak yang dimiliki alam Nigeria, sehingga
membutuhkan dana dan SDM yang besar untuk mengelolanya untuk memenuhi
permintaan minyak dunia. akan tetapi, kerusushan dan konflik berkepanjangan
rakyat negara ini membuahkan kecilnya niat investor berinvestasi. Oleh
karenanya diperlukan sebuah mekanisme kebijakan politik untuk bisa meyakinkan
investor agar kembali berinvestasi di ladang minyak Nigeria serta sistem
lindung nilai yang bisa meng-cover asset
financial yang diinvestasikan.
I.3. Metodelogi Penulisan
Karya
tulis ini ditulis berdasarkan data-data sekunder beberapa serta pengembangan
teori-teori secara study literature
dari buku-buku referensi, surat kabar, jurnal-jurnal yang relevan, serta karya
tulis terkait yang pernah dipublikasikan sebelumnya.
I.4. Tujuan Penulisan
Penulisan karya tulis ini diharapkan
bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi Nigeria dan investor
dalam bisnis minyak yang bisa di rangkam dalam pertanyaan:
1. Kebijakan
politis seperti apa yang harusnya diambil oleh pemerintah Nigeria untuk memikat
dan mengembalikan iklim investasi di negaranya?
2. Bagaimna
mekanisme lindung nilai yang bisa dipakai oleh investor swasta ataupun asing
muslim untuk melindungi asset financial
di Nigeria?
BAB II
KAJIAN TEORI DAN
PERMASALAHAN
II.1. Minyak dan Perekonomian
Nigeria
Nigeria
merupakan negara dengan populasi terbanyak di antara negara-negara yang
tergabung dalam OPEC. Data statistic yang dimuat oleh OPEC menyatakan Nigeria
memiliki 159,64 juta jiwa dengan pendapatan perkapitanya sebesar 1,213 US
dollar. Perharinya negara ini memproduksi minyak mentah sebanyak 2,048 juta
barel dengan ekspor minyak 2,464 juta barel per hari.[4]
Negara hitam Afrikan ini memiliki
cadangan minyak terbesar kedua di kawasan OPEC benua Afrika. Berikut ini
perkembangan persediaan minyak negara anggota OPEC kawasan Afrika dari tahun ke
tahun sejak tiga tahun terakhir dalam juta barel:
Negara
|
2008
|
2009
|
2010
|
Algeria
|
12.200
|
12.200
|
12.200
|
Angola
|
9.500
|
9.500
|
9.500
|
Mesir
|
4.340
|
4.300
|
4.400
|
Gabon
|
1.995
|
2.000
|
2.000
|
Libya
|
44.271
|
46.422
|
47.097
|
Nigeria
|
37.200
|
37.200
|
37.200
|
Sudan
|
6.700
|
6.700
|
6.700
|
Lainnya
|
6.105
|
6.105
|
7.750
|
Sumber
: Buletin tahunan OPEC edisi 2010-2011
Dari data table diatas, terlihat
bahwasanya cadangan minyak Nigeria sangatlah besar, namunn sangat disayangkan
pertahunnya cadangan tersebut belum bisa tereksplorasi dengan baik untuk
memenuhi kebituhan minyak dunia. Data buketin yang sama menyebutkan bahwasanya
Nigeria per harinya (secara rata-rata) pada tahun 2010 memproduksi minyak
sebesar 2.048,3 barel. Angka menurun
jika dibandingkan dengan produksi semisal pada tahun 2000 yang mencatatkan
nilai produktivitas rata-rata harian sebesar 2.053,6 barel.
Padahal, eksport Nigeria ke seluruh
negara di dunia mencapai 2.464.000 barel per harinya. Pangsa pasar terbesar
Nigeria adalah negara-negara di kawasan Amerika Utara yang kemudian di susul
dengan negara benua Eropa (744.000), dan negara kawasan Asia-Pasifik (91.000)
barel per hari. Pangsa ekspor Nigeria tergambar dalam pie chart dibawah ini:
Melihat data kekayaan minyak Nigeria
yang begitu melimpah, mengharuskan pemerintah mencari dana segar untuk bisa
mengeksploitasi cadangan minyak yang dimiliki negara ini. Pemerintah
menargetkan dana segar sebesar US$ 67,7 milliar untuk meningkatkan
produktivitas Nigeria mennjadi 40 milliar barel per harinya.[5]
Sejarah mencatat industry Nigeria
pernah mengalami gangguan ketika terjadinya perang saudara yang berlangsung
pada tahun 1967-1970. Namun setelah perang tersebut berakhir, Nigeria justru
mengalami periode oil boom
dikarenakan kebijakan pemerintah menerapkan kebijakan penggunaan pemasukan
negara yang bersumber dari minyak Nigeria untuk meningkatkan impor barang dari
luar negeri. Alhasil banyak aspek perekonomian domestic hancur dan gulung
tikar. Banyak kalangan yang menyayangkan kebijakan yang diambil pemerintah saat
itu, karena seharusnya pemasukan negara dari sector minyak digunakan utuk
mengembangkan sector non-migas semisal agrikultur dan manufaktur.[6]
Pada tahun 1976, pemerintah Nigeria
mengumumkan bahwasanya periode oil boom
telah berakhir dan pendapatan dari sector minyak mulai berkurang. Selang
beberapa waktu, masih pada tahun yang sama, Nigeria mengalami fase yang lebih
menyengsarakan yakni periode oil blust.[7] Pemerintah
rezim militer kala itu, dibawah komando Jendral Obsanjo (1976-1979) mendapatkan
tekanan dari semua pihak untuk mengimplementasikan program-program yang telah
dirancang. Oleh karenanya pemerintah terpaksa melakukan kebijakan hutang luar
negeri dan pengetatan pembatasan terhadap sejumlah produk penting dan
dibentuklah sebuah program Operation Feed the Nation’s (OFN).[8]
II.2. Konflik Nigeria
Tepat pada tahun 1956 di olibri yang termasuk dalam
negara bagian beyelsa, disinilah pertama
kalinya ditemukan minyak dalam jumlah yang cukup besar di nigeria, kemudian
berturut-turut diantara tahun 1960 hingga 1970-an minyak juga ditemukan di
daerah afam, bomu, ebubu, dan ughello, oleh sejumlah perusahaan multinasional
yang tertarik terhadap nigeria. Industri minyak pertama yang melakukan
aktivitas pencarian di nigeria adalah shell petroleum development company
(SPDC) sebagai perusahaan multinasional. Setelah itu ada beberapa perusahaan
multinasional lain seperti chevron, mobil, AGIP, dll.
Hal ini seharusnya menjadi berita gembira bagi rakyat Nigeria, karena ditemukannya komuditas minyak yang cukup
besar ini dapat memberikan dampak yang besar terhadap pendapatan dan akhirnya
dapat digunakan untuk pembangunan dalam rangka mengembangkan pendidikan,
kesehatan, dan juga perekonomian negara. Namun hal yang sangat disayangkan
terjadi di nigeria, banyaknya konflik politik dalam perebutan kekuasaan membuat
perkembangan dibidang yang sangat penting ini diseperti yang diharapkan.
Seperti yang tercatat dalam sejarah Nigeria, tepat pada tanggal 1 oktober 1960 kemerdekaan
nigeria dikumandangkan. Namun ironis, hanya 6 tahun pasca kemerdekaan itu pada
bulan januari tahun 1966 kudeta pertama terjadi di nigeria, militer Nigeria melakukan kudeta terhadap pemerintahan, yang
menempatkan Mayor Jenderal Johnson Aguiyi-Ironsi sebagai kepala negara. Kemudian
nigeria merubah format negara menjadi republik federal. Tidak berhenti disitu
hanya beberapa bulan saja setelah kudeta pertama, tepat pada bulan juni tahun 1966 kudeta kedua pun terjadi yang
menewaskan aguiyi-ironsi, kemudian menempatkan yakubu gawon jadi kepala negara.
Selama masa pemerintahan yakubu gawon ini terjadi perang saudara yang
berkepanjangan mulai dari 1967 hingga tahun 1970.
Cerita tentang kudeta berdarah belum berhenti sampai
disini, tahun 1975 Yakubu Gawon tewas dalam perlawanannya melawan kudeta yang
dilakukan oleh jendral mohammad yang menempatkannya menjadi kepala negara Nigeria. Namun saat beliau masih memegang jabatannya, Jenderal
Mohammad tewas yang menempatkan Olusegun Obasanjo menjadi kepala negara yang
kemudian berhasil memindahkan kekuasaan kembali ke tangan sipil melalui pemilu
pada tahun 1979.
Alhaji Shehu Shagari menjadi presiden setelah pemilu
dilakukan pada tahun 1979, namun tragis kudeta kembali terjadi pada tahun 1983,
Shagari ditahan dan posisi kepala negara digantikan oleh mayor jendral buhari.
Tidak butuh waktu lama tahun 1985 kudeta militer kembali terjadi yang dipimpin
oleh mayor jendral ibrahim babangida yang menempatkan beliau menjadi kepala
negara.
Namun 1993 seperti tidak puas dengan kepemimpinan jendral
ibrahim babangida kembali kudeta miliiter kembali terjadi lagi, kali ini kudeta
dilakukan oleh jendral sani abacha yang menempatkan dirinya sebagai kepala
negara hingga tahun 1998. Namun pada tahun 1998 abacha meninggal secara tiba-tiba,
kemudian beliau digantikan oleh Jenderal Abdulsalam Abubakar. Namun hal ini
hanya sementara karena setahun kemudian 1999 dilakukan pemilu untuk
mengembalikan kepemimpinan nigeria kepada kepala negara baru.
Dari cerita diatas, dalam tempo tahun 1960 s/d 1999 telah
terjadi 6 kali kudeta dan telah ada 11 kepala negara yang berkuasa. Konflik
politik yang tidak henti-hentinya menyebabkan pembangunan negara yang tidak
berkembang. Seringnya pergantian kepala negara ini menyebabkan keuntungan yang
besar dari pendapatan penjualan minyak menjadi tidak
terlalu dapat dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat.
Pada data tahun 2006 nigeria ditempatkan sebagai negara
ke-12 produsen minyak terbesar di dunia dan menjadi yang ke-8 sebagai negara
pengekspor minyak terbesar didunia. Namun data ini dikuti dengan data yang
membuat miris yaitu pada tahun 2004 nigeria menjadi salah satu negara dengan
korupsi terbesar di afrika yang mana 60% korupsinya disumbangkan oleh kepala
negaranya sendiri.
Semenjak ditemukannya minyak 1950-an yang seharusnya
menjadi sumber kekayaan nigeria seolah menjadi sumber segala krisis yang
terjadi dinegara tersebut. Perang saudara yang terjadi bertahun-tahun di
nigeria sangat dipengaruhi oleh faktor perebutan kekuasaan demi mendapatkan
keuntungan yang besar dari minyak yang ada di negara tersebut.
Tingginya tingkat korupsi di nigeria ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat alokasi pendapatan yang tidak tepat yang dilakukan
oleh pemerintahan pusat. Rezim militer dari masa kemasa telah memberikan
kontribusi dalam ukuran yang tidak sedikit dalam melembagakan korupsi dinegara
tersebut. Secara esensial, militer telah mengelapkan dan menghambur-hamburkan
pendapatan tersebut untuk kepentingan pribadi, sebagai akibat dari terpusatnya
pendapatan tersebut di tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari banyaknya negara
bagian yang awalnya hanya 12 negara bagian pada tahun 1967 menjadi 36 negara
bagian pada tahun 1996.[9]
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama rezim militer
berkuasa, korupsi kerap kali terjadi. Di bawah rezim Sani Abacha misalnya,
korupsi berkembang hingga merampas aset yang seharusnya menjadi sumber
pemasukan negara. Ia diperkirakan memiliki kekayaan sebanyak US$10 miliyar dan
juga sebuah kerajaan bisnis yang besar dan luas yang dikontrol oleh anak
laki-lakinya dan saudara iparnya dibawah payung sebuah perusahaan yang bernama chogry and choghry. Tidak hanya itu
saja, istrinya sendiri juga memiliki kekuasaan dalam hal kontrol pendapatan
atau keuntungan yang berasal dari produk-produk industri minyak yang masuk kedalam
negara. Dengan tujuan untuk mendukung bisnisnya tersebut, pemerintah misalnya
dengan mudah menolak untuk membayar biaya perbaikan akibat adanya pengalihan
aktivitas dari empat kilang milik negara. Bahkan sebelum kematiannya Jendral
Abacha diduga telah mentransfer lebih dari US$5 miliyar dana publik kedalam
rekening pribadinya di berbagai bank luar negeri.
BAB III
PEMBAHASAN
Nigeria bergabung menjadi anggota ke-11 OPEC pada
tahun 1971,[10]
membentuk Nigerian National Oil Company
(NNOC)yang bertujuan untuk menjamin partisipasi pemerintah dalam eksplorasi dan
produksi minyak yang dimiliki Nigeria. Lemabaga yang juga menjamin konsensi
perusahaan asing ini berstatus sebagai perusahaan milik negara yang dapat
melakukan aktivitas kerjasama dengan negara ataupun investor asing. Artinya,
sejak tahun 1971 pemerintah Nigeria sudah serius untuk menggarap perminyakan
yang mereka miliki. Sampai-sampai untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan,
pemerintahan mengabaikan diversifikasi sumber pendapatan dan pembangunan
ekonomi negaranya.
Pemerintah sangat mengharapkan
investor asing untuk bisa masuk ke negaranya dan membangun sarana infrastruktur
demi memperlanjar eksplorasi minyak yang mereka miliki. Keinginan pemerintah
bukanlah sebuah keinginan semata yang tanpa dasar. Periode oil boom dan oil blust
merupakan periode yang menjadi saksi betapa tertarikny pemerintah Nigeria untuk
mengeksplorasi dan mendapatkan pemasukan yang lebih besar dari sekarang ini.
Namun,
keinginan pemerintah Nigeria untuk mengksplorasi cadangan minyak yang dimiliki
nampaknya menuai kesulitan mengingat investor enggan untuk mengalirkan danaa
yang ereka miliki ke negara ini lantaran konflik yang terjadi di masyarakat
yang selalu mendatangkan keruagian tersendiri bagi dana dan investasi
infrastruktur yang dimiliki investor sendiri. Sementara itu, pemerintah sendiri
belum bisa memberikan kepastian secara hukum yang menguntungkan dan menjaga
keamanan investasi sehingga menarik hati para investor.
Perusahaan besar seperti Royal Dutch
Shell Plc dan Total SA memililih untuk mengambil tindakan wait and see selama undang-undang investasi minyak masih belum
disahkan oleh parlemen Nigeria.[11]
Padahal, pemerintah sangat takut terhadap pembelotan investor dan perginya dana
investasi mereka. Nigeria tidak memiliki daya yang berarti untuk mengeksplorasi
jika investor mencabut investasinya. Menurut data yang dilansir, produktifitas
Nigeria akan mengalami penurunan sekitar 10% jika tidak mendapatkan dana segar
dari investor.[12]
Hal ini bisa terjadi karena pemerintah Nigeria tidak memiliki banyak modal
untuk mengeksplorasi cadangan minyak.
Sebaliknya,
meskipun pemerintah saat ini, dibawah komando Menteri Keungan Dr. Ngozi
Okonjo-Iweala telah menetapkan kebijakan Excess Crude Account (ECA) sebagai
jembatan penerimaan minyak dan anggaran pemerintah. Sistem ini dibuat
dikarenakan anggaran pemerintah sangat tergantung kepada penerimaan minyak dan
otomatis sangat terpengaruh dengan pergerakan harga minyak dunia.[13] sistem
ini berlaku dengan mekanisme Pemerintah Nigeria menetapkan harga asumsi minyak
yang akan di masukkan ke dalam anggaran dan belanja negara. Contohnya asumsi
harga di anggaran US$ 50/barrel, maka penerimaan dari minyak adalah sebesar US$
50/barrel. Kemudian Selisih antara harga pasar minyak dan harga di anggaran
akan ditampung di Excess Crude Account (ECA). Jika harga pasar mencapai US$
80/barrel, maka selisih US$ 30/barrel akan dimasukkan ke Excess Crude Account
(ECA). Jika harga pasar mencapai US$ 45/barrel, maka kekurangan sebesar US$
5/barrel akan diambil dari dana yang ada di ECA
Sistem ECA dikritik dari berbagai
pihak. Kritikan utama adalah tidak adanya landasan hukum yang cukup kuat
mengingat kebijakan ini bukan didasarkan atas UU. Selain itu, penggunaan dana
ECA juga rawan dipolitisasi dikarenakan penggunaan dananya tidak perlu
mendapatkan persetujuan parlemen. Saat ini, Nigeria sedang membuat UU yang
mengatur mengenai Sovereign Wealth Fund untuk menggantikan sistem ECA ini.
Namun bagaimanapun, sistem ECA merupakan terobosan dalam pengelolaan dana
minyak yang dilakukan oleh Nigeria. Tanpa sistem ECA, mungkin Nigeria tidak
akan memikirkan perlunya membuat Sovereign Wealth Fund sebagaimana yang sudah
banyak dilakukan oleh negara penghasil minyak.
Selain permasalahan resiko secara
politis, hal yang tidak akan dihindari oleh investor adalah jaminan keamanan
atas keutuhan asset mereka. Dalam artian, bagi investor yang berinvestasi lewat
Surat Utang Negara (SUN) Nigeria harus dijamin keamanan asset mereka lewat pemagaran
resiko keuangan (hedging).
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari karya tulis ini bahwasanya pemerintah Nigeria harus mengambil langkah
kritis untuk menarik investor agar bisa mengeksplorasi cadangan minyak yang
mereka miliki. Eksplorasi ini juga harus diwujudkan dengan terjaminnya keamanan
lewat penertiban konflik yang terjadi di Nigeria atas latar belakang agama,
ras, ataupun kepentingan politik semata. Pemerintah juga harus mencetuskan
kebijakan fiscal yang berkenaan dengan pengolahan minyak Nigeria. Di sisi
moneter, pemerintah juga harus bisa menjaga stabilitas nilai tukar Naira
terhadap volatilitas mata uang asing. Hal ini tidak mudah mengingat Nigeria
merupakan negara konflik yang masih membara.
Daftar Pustaka
Chairawaty,
Fachnia. “Konflik Ekologi-politik Nigeria: Pengaruh Industri MInyak terhadap
Perekonomian nigeria.” FISIP UI, 2009
Jurnal
“Investasi Minyak di Nigeria” ; Chenga Biobaku Co.
OPEC,
World Oil Outlook 2011 pada www.opec.org
OPEC,
Annual Statistical Bulletin 2010/2011 pada www.opec.org
OPEC,
Monthly Oil Market, Oktober 2011 pada www.opec.org
OPEC,
Monthly Oil Market, November 2011 pada www.opec.org
www.jurnas.com;
“Eksplorasi Minyak Nigeria Merosot Tajam. 23/2/2011
www.merdeka.com
“Produktivitas Minyak Nigeria Berkurang” 17/4/2008
www.kompasiana.com
“Nigeria- Janlan Panjang Menuju Stabilitas” 9/2/2011
[1] Data
statistic berdasarkan jurnal “Investasi Minyak di Nigeria” ; Chenga Biobaku Co.
[2] Buletin
bulanan OPEC edisi Oktober 2011
[3]
Kunjungi jurnas.com; “Eksplorasi Minyak Nigeria Merosot Tajam. 23/2/2011
[4]
Lihat Profil Nigeria dalam negara-negara OPEC di www.opec.org
[5]
Lihat KADIN “Nigeria Memberiakn Kesempatan Kepada Kalangan Pengusaha, untuk
Menjalin Kerjasama Industri di Bidang Minyak dan Gas”.
[6]
Lihat “Konflik Ekologi-politik Nigeria: Pengaruh Industri MInyak terhadap
Perekonomian nigeria.” Fachnia Chairawaty, FISIP UI, 2009 Hal : 23
[7]
Ibid, Hal: 25
[8]
Operasi ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Nigeria akan
konsumsi terhadap barang-barang penting terutama makanan. Meskipun demikian,
program ini tidak bisa mengatasi permasalahan yang sudah akut, sehingga
pemerintah terpaksa melakukan devaluasi terhadap mata uang Naira untuk
mengatasi pendapatan yang hilang dari sector minyak.
[9]
Ibid hal.33
[10]
Ibid hal. 34
[11]
“Jurnas.com “Eksplorasi MInyak Nigeria Merosot”
[12]
Lihat merdeka.com “Produktivitas Minyak Nigeria Berkurang”
[13]
Kunjungi kompasiana.com “Nigeria- Janlan Panjang Menuju Stabilitas” 9/2/2011
0 komentar: (+add yours?)
Post a Comment