BISNIS DAN INVESTASI MINYAK DI NEGARA KONFLIK ; STUDY KASUS KEKAYAAN MINYAK NIGERIA



Abstract :
Nigeria merupakan negara yang memiliki cadangan minyak melimpah yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi minyak dunia. Akan tetapi, investasi di negara ini tidak banyak berkembang karena konflik warga sipil yang berkepanjangan.
Diperlukan upaya yang lebih dari pemerintah untuk bisa menerapkan kebijakan-kebijakan yang bisa mengundang minat investor ke Nigeria.



BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang

            Nigeria merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan minyak amat melimpah. Tahun 2008 Nigeria menempati peringkat ke-10 dunia sebagai negara pemilik minyak bumi dan urutan ke-6 daftar eksportir minyak mentah yang tergabung dalam OPEC. Pada tahun 2010 produksi minyak mentah Nigeria mencapai 4 juta barel per harinya dengan cadangan gas sebesar 300-600 TCF sehingga mengantarkan Nigeria sebagai negara yang memiliki cadangan gas terbesar ke-7 di dunia.[1]
            Permintaan minyak dunia per quarter 3 tahun 2011 mencapai angka 88,3 juta barel per harinya dengan supply yang hanya 87,5 juta barel per harinya. Artinya, dunia masih membutuhkan suntukan 0,8 juta barel minyak mentah per harinya.[2] Jika diakumulasikan dalam satu bulan, kebutuhan minyak yang belum tercukupi mencapai 24 juta barel atau sekita 212 juta barel per harinya. Oleh karenanya setiap negara, terutama yang tergabung dalam OPEC dituntut untuk memproduksi minyak secara massal dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak dunia. memang angka sebesar 0,8 juta barel per hari bukan merupakan tanggung jawab Nigeria semata, akan tetapi dibutuhkan komitmen dari setiap anggota OPEC untuk mencapai nilai produksi tersebut dengan meningkatkan investasi eksplorasi minyak.
            Untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan tersebut, pemerintah Nigeria telah melakukan beberapa terobosan kebijakan agar investor swasta dan asing bisa ikut andil secara aktif dalam eksplorasi minyak bimi dan gas. Langksh tersebut diambil kaerna kesadaran pemerintah Nigeria menyadari melimpahnya kekayaan minyak bumi Nigeria. Namun, di sisi lain pemerintah tidak memiliki cukup kemampuan, baik dari segi dana maupun sumber daya manusia yang memadai untuk memproduksi minyak secara lebih efektif dan optimal.
            Beberapa kebijakan tersebut diantaranya pencanangan pemerintah dalam mekanisme kerjasama antara pihak pemerintah maupun swasta asing yang berbentuk konsesi, join ventura, ataupun kontrak pembagian produksi minyak bumi. Ketiganya memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing baik secara tanggung jawab, permodalan, maupun mekanisme pembagian hasil dan pembayaran jasa. Kebijakan tersebut juga tersusun dalam master plan pembangunan perekonomian dan investasi Nigeria yang dicanangkan utuk mencapai struktur kerja yang transparan antara pemerintah dan swasta demi tercapainya suatu pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang terintegrasi dan terus menerus.
            Saat ini Nigeria mengalami penurunan 28 persen produktivitas eksploitasi minyak. Investor di negara ini cenderung menerapkan strategi wait and see dikarenakan belum jelasnya kebijakan fiscal yang dalam regulasi perminyakan yang telah diajukan ke parlemen sejak dua tahun terakhir ini. Alhasil Nigeria yang pada tahun 2002 bisa menemukan 34 sumur minyak, saat ini hanya bisa mengksplorasi satu sumur baru minyak saja.[3] Masalah tersebut membuktikan bahwasanya Nigeria, sebagai negara Afrika yang memiliki produksi minyak terbesar kedua setelah Libya sedang mengalami kebuntuan dalam hal investasi.
            Di lain sisi, permasalahan konflik warga negara yang terus melanda Nigeria juga melatarbelakangi minimnya niat investor berinvestasi di Nigeria. Bagaimanapun, resiko politik dan resiko bisnis harus diperhatikan dalam berinvestasi. Konflik politik dan pertikaian etnis selalu mengancam stabilitas negara yang bisa mengurangi produktivitas kegiatan dan memperbesar hambatan investasi. Hal ini senada karena kontak fisik serta pertikaian selalu berakhir dengan penjarahan asset maupun infrastruktur yang dimiliki investor setempat dan berakibat pada kesenjangan social dan ekonomi berkepanjangan.

I.2. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dari karya tulis ini adalah melimpahnya kekayaan minyak yang dimiliki alam Nigeria, sehingga membutuhkan dana dan SDM yang besar untuk mengelolanya untuk memenuhi permintaan minyak dunia. akan tetapi, kerusushan dan konflik berkepanjangan rakyat negara ini membuahkan kecilnya niat investor berinvestasi. Oleh karenanya diperlukan sebuah mekanisme kebijakan politik untuk bisa meyakinkan investor agar kembali berinvestasi di ladang minyak Nigeria serta sistem lindung nilai yang bisa meng-cover asset financial yang diinvestasikan.

I.3. Metodelogi Penulisan
            Karya tulis ini ditulis berdasarkan data-data sekunder beberapa serta pengembangan teori-teori secara study literature dari buku-buku referensi, surat kabar, jurnal-jurnal yang relevan, serta karya tulis terkait yang pernah dipublikasikan sebelumnya.

I.4. Tujuan Penulisan
            Penulisan karya tulis ini diharapkan bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi Nigeria dan investor dalam bisnis minyak yang bisa di rangkam dalam pertanyaan:
1.      Kebijakan politis seperti apa yang harusnya diambil oleh pemerintah Nigeria untuk memikat dan mengembalikan iklim investasi di negaranya?
2.      Bagaimna mekanisme lindung nilai yang bisa dipakai oleh investor swasta ataupun asing muslim untuk melindungi asset financial di Nigeria?


BAB II
KAJIAN TEORI DAN PERMASALAHAN

II.1. Minyak dan Perekonomian Nigeria

            Nigeria merupakan negara dengan populasi terbanyak di antara negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Data statistic yang dimuat oleh OPEC menyatakan Nigeria memiliki 159,64 juta jiwa dengan pendapatan perkapitanya sebesar 1,213 US dollar. Perharinya negara ini memproduksi minyak mentah sebanyak 2,048 juta barel dengan ekspor minyak 2,464 juta barel per hari.[4]
            Negara hitam Afrikan ini memiliki cadangan minyak terbesar kedua di kawasan OPEC benua Afrika. Berikut ini perkembangan persediaan minyak negara anggota OPEC kawasan Afrika dari tahun ke tahun sejak tiga tahun terakhir dalam juta barel:
Negara
2008
2009
2010
Algeria
12.200
12.200
12.200
Angola
9.500
9.500
9.500
Mesir
4.340
4.300
4.400
Gabon
1.995
2.000
2.000
Libya
44.271
46.422
47.097
Nigeria
37.200
37.200
37.200
Sudan
6.700
6.700
6.700
Lainnya
6.105
6.105
7.750
Sumber : Buletin tahunan OPEC edisi 2010-2011
            Dari data table diatas, terlihat bahwasanya cadangan minyak Nigeria sangatlah besar, namunn sangat disayangkan pertahunnya cadangan tersebut belum bisa tereksplorasi dengan baik untuk memenuhi kebituhan minyak dunia. Data buketin yang sama menyebutkan bahwasanya Nigeria per harinya (secara rata-rata) pada tahun 2010 memproduksi minyak sebesar  2.048,3 barel. Angka menurun jika dibandingkan dengan produksi semisal pada tahun 2000 yang mencatatkan nilai produktivitas rata-rata harian sebesar 2.053,6 barel.
            Padahal, eksport Nigeria ke seluruh negara di dunia mencapai 2.464.000 barel per harinya. Pangsa pasar terbesar Nigeria adalah negara-negara di kawasan Amerika Utara yang kemudian di susul dengan negara benua Eropa (744.000), dan negara kawasan Asia-Pasifik (91.000) barel per hari. Pangsa ekspor Nigeria tergambar dalam pie chart dibawah ini:

            Melihat data kekayaan minyak Nigeria yang begitu melimpah, mengharuskan pemerintah mencari dana segar untuk bisa mengeksploitasi cadangan minyak yang dimiliki negara ini. Pemerintah menargetkan dana segar sebesar US$ 67,7 milliar untuk meningkatkan produktivitas Nigeria mennjadi 40 milliar barel per harinya.[5]
            Sejarah mencatat industry Nigeria pernah mengalami gangguan ketika terjadinya perang saudara yang berlangsung pada tahun 1967-1970. Namun setelah perang tersebut berakhir, Nigeria justru mengalami periode oil boom dikarenakan kebijakan pemerintah menerapkan kebijakan penggunaan pemasukan negara yang bersumber dari minyak Nigeria untuk meningkatkan impor barang dari luar negeri. Alhasil banyak aspek perekonomian domestic hancur dan gulung tikar. Banyak kalangan yang menyayangkan kebijakan yang diambil pemerintah saat itu, karena seharusnya pemasukan negara dari sector minyak digunakan utuk mengembangkan sector non-migas semisal agrikultur dan manufaktur.[6]
            Pada tahun 1976, pemerintah Nigeria mengumumkan bahwasanya periode oil boom telah berakhir dan pendapatan dari sector minyak mulai berkurang. Selang beberapa waktu, masih pada tahun yang sama, Nigeria mengalami fase yang lebih menyengsarakan yakni periode oil blust.[7] Pemerintah rezim militer kala itu, dibawah komando Jendral Obsanjo (1976-1979) mendapatkan tekanan dari semua pihak untuk mengimplementasikan program-program yang telah dirancang. Oleh karenanya pemerintah terpaksa melakukan kebijakan hutang luar negeri dan pengetatan pembatasan terhadap sejumlah produk penting dan dibentuklah sebuah program Operation Feed the Nation’s (OFN).[8]

II.2. Konflik Nigeria
Tepat pada tahun 1956 di olibri yang termasuk dalam negara bagian beyelsa, disinilah  pertama kalinya ditemukan minyak dalam jumlah yang cukup besar di nigeria, kemudian berturut-turut diantara tahun 1960 hingga 1970-an minyak juga ditemukan di daerah afam, bomu, ebubu, dan ughello, oleh sejumlah perusahaan multinasional yang tertarik terhadap nigeria. Industri minyak pertama yang melakukan aktivitas pencarian di nigeria adalah shell petroleum development company (SPDC) sebagai perusahaan multinasional. Setelah itu ada beberapa perusahaan multinasional lain seperti chevron, mobil, AGIP, dll.
Hal ini seharusnya menjadi berita gembira bagi rakyat Nigeria, karena ditemukannya komuditas minyak yang cukup besar ini dapat memberikan dampak yang besar terhadap pendapatan dan akhirnya dapat digunakan untuk pembangunan dalam rangka mengembangkan pendidikan, kesehatan, dan juga perekonomian negara. Namun hal yang sangat disayangkan terjadi di nigeria, banyaknya konflik politik dalam perebutan kekuasaan membuat perkembangan dibidang yang sangat penting ini diseperti yang diharapkan.
Seperti yang tercatat dalam sejarah Nigeria, tepat pada tanggal 1 oktober 1960 kemerdekaan nigeria dikumandangkan. Namun ironis, hanya 6 tahun pasca kemerdekaan itu pada bulan januari tahun 1966 kudeta pertama terjadi di nigeria, militer Nigeria melakukan kudeta terhadap pemerintahan, yang menempatkan Mayor Jenderal Johnson Aguiyi-Ironsi sebagai kepala negara. Kemudian nigeria merubah format negara menjadi republik federal. Tidak berhenti disitu hanya beberapa bulan saja setelah kudeta pertama, tepat pada bulan juni  tahun 1966 kudeta kedua pun terjadi yang menewaskan aguiyi-ironsi, kemudian menempatkan yakubu gawon jadi kepala negara. Selama masa pemerintahan yakubu gawon ini terjadi perang saudara yang berkepanjangan mulai dari 1967 hingga tahun 1970.
Cerita tentang kudeta berdarah belum berhenti sampai disini, tahun 1975 Yakubu Gawon tewas dalam perlawanannya melawan kudeta yang dilakukan oleh jendral mohammad yang menempatkannya menjadi kepala negara Nigeria. Namun saat beliau masih memegang jabatannya, Jenderal Mohammad tewas yang menempatkan Olusegun Obasanjo menjadi kepala negara yang kemudian berhasil memindahkan kekuasaan kembali ke tangan sipil melalui pemilu pada tahun 1979.
Alhaji Shehu Shagari menjadi presiden setelah pemilu dilakukan pada tahun 1979, namun tragis kudeta kembali terjadi pada tahun 1983, Shagari ditahan dan posisi kepala negara digantikan oleh mayor jendral buhari. Tidak butuh waktu lama tahun 1985 kudeta militer kembali terjadi yang dipimpin oleh mayor jendral ibrahim babangida yang menempatkan beliau menjadi kepala negara.
Namun 1993 seperti tidak puas dengan kepemimpinan jendral ibrahim babangida kembali kudeta miliiter kembali terjadi lagi, kali ini kudeta dilakukan oleh jendral sani abacha yang menempatkan dirinya sebagai kepala negara hingga tahun 1998. Namun pada tahun 1998 abacha meninggal secara tiba-tiba, kemudian beliau digantikan oleh Jenderal Abdulsalam Abubakar. Namun hal ini hanya sementara karena setahun kemudian 1999 dilakukan pemilu untuk mengembalikan kepemimpinan nigeria kepada kepala negara baru.
Dari cerita diatas, dalam tempo tahun 1960 s/d 1999 telah terjadi 6 kali kudeta dan telah ada 11 kepala negara yang berkuasa. Konflik politik yang tidak henti-hentinya menyebabkan pembangunan negara yang tidak berkembang. Seringnya pergantian kepala negara ini menyebabkan keuntungan yang besar dari pendapatan penjualan minyak menjadi tidak terlalu dapat dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat.
Pada data tahun 2006 nigeria ditempatkan sebagai negara ke-12 produsen minyak terbesar di dunia dan menjadi yang ke-8 sebagai negara pengekspor minyak terbesar didunia. Namun data ini dikuti dengan data yang membuat miris yaitu pada tahun 2004 nigeria menjadi salah satu negara dengan korupsi terbesar di afrika yang mana 60% korupsinya disumbangkan oleh kepala negaranya sendiri.
Semenjak ditemukannya minyak 1950-an yang seharusnya menjadi sumber kekayaan nigeria seolah menjadi sumber segala krisis yang terjadi dinegara tersebut. Perang saudara yang terjadi bertahun-tahun di nigeria sangat dipengaruhi oleh faktor perebutan kekuasaan demi mendapatkan keuntungan yang besar dari minyak yang ada di negara tersebut.
Tingginya tingkat korupsi di nigeria ini sangat dipengaruhi oleh tingkat alokasi pendapatan yang tidak tepat yang dilakukan oleh pemerintahan pusat. Rezim militer dari masa kemasa telah memberikan kontribusi dalam ukuran yang tidak sedikit dalam melembagakan korupsi dinegara tersebut. Secara esensial, militer telah mengelapkan dan menghambur-hamburkan pendapatan tersebut untuk kepentingan pribadi, sebagai akibat dari terpusatnya pendapatan tersebut di tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari banyaknya negara bagian yang awalnya hanya 12 negara bagian pada tahun 1967 menjadi 36 negara bagian pada tahun 1996.[9]
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama rezim militer berkuasa, korupsi kerap kali terjadi. Di bawah rezim Sani Abacha misalnya, korupsi berkembang hingga merampas aset yang seharusnya menjadi sumber pemasukan negara. Ia diperkirakan memiliki kekayaan sebanyak US$10 miliyar dan juga sebuah kerajaan bisnis yang besar dan luas yang dikontrol oleh anak laki-lakinya dan saudara iparnya dibawah payung sebuah perusahaan yang bernama chogry and choghry. Tidak hanya itu saja, istrinya sendiri juga memiliki kekuasaan dalam hal kontrol pendapatan atau keuntungan yang berasal dari produk-produk industri minyak yang masuk kedalam negara. Dengan tujuan untuk mendukung bisnisnya tersebut, pemerintah misalnya dengan mudah menolak untuk membayar biaya perbaikan akibat adanya pengalihan aktivitas dari empat kilang milik negara. Bahkan sebelum kematiannya Jendral Abacha diduga telah mentransfer lebih dari US$5 miliyar dana publik kedalam rekening pribadinya di berbagai bank luar negeri.




BAB III
PEMBAHASAN


            Nigeria  bergabung menjadi anggota ke-11 OPEC pada tahun 1971,[10] membentuk Nigerian National Oil Company (NNOC)yang bertujuan untuk menjamin partisipasi pemerintah dalam eksplorasi dan produksi minyak yang dimiliki Nigeria. Lemabaga yang juga menjamin konsensi perusahaan asing ini berstatus sebagai perusahaan milik negara yang dapat melakukan aktivitas kerjasama dengan negara ataupun investor asing. Artinya, sejak tahun 1971 pemerintah Nigeria sudah serius untuk menggarap perminyakan yang mereka miliki. Sampai-sampai untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan, pemerintahan mengabaikan diversifikasi sumber pendapatan dan pembangunan ekonomi negaranya.
            Pemerintah sangat mengharapkan investor asing untuk bisa masuk ke negaranya dan membangun sarana infrastruktur demi memperlanjar eksplorasi minyak yang mereka miliki. Keinginan pemerintah bukanlah sebuah keinginan semata yang tanpa dasar. Periode oil boom dan oil blust merupakan periode yang menjadi saksi betapa tertarikny pemerintah Nigeria untuk mengeksplorasi dan mendapatkan pemasukan yang lebih besar dari sekarang ini.
            Namun, keinginan pemerintah Nigeria untuk mengksplorasi cadangan minyak yang dimiliki nampaknya menuai kesulitan mengingat investor enggan untuk mengalirkan danaa yang ereka miliki ke negara ini lantaran konflik yang terjadi di masyarakat yang selalu mendatangkan keruagian tersendiri bagi dana dan investasi infrastruktur yang dimiliki investor sendiri. Sementara itu, pemerintah sendiri belum bisa memberikan kepastian secara hukum yang menguntungkan dan menjaga keamanan investasi sehingga menarik hati para investor.
            Perusahaan besar seperti Royal Dutch Shell Plc dan Total SA memililih untuk mengambil tindakan wait and see selama undang-undang investasi minyak masih belum disahkan oleh parlemen Nigeria.[11] Padahal, pemerintah sangat takut terhadap pembelotan investor dan perginya dana investasi mereka. Nigeria tidak memiliki daya yang berarti untuk mengeksplorasi jika investor mencabut investasinya. Menurut data yang dilansir, produktifitas Nigeria akan mengalami penurunan sekitar 10% jika tidak mendapatkan dana segar dari investor.[12] Hal ini bisa terjadi karena pemerintah Nigeria tidak memiliki banyak modal untuk mengeksplorasi cadangan minyak.
Sebaliknya, meskipun pemerintah saat ini, dibawah komando Menteri Keungan Dr. Ngozi Okonjo-Iweala telah menetapkan kebijakan Excess Crude Account (ECA) sebagai jembatan penerimaan minyak dan anggaran pemerintah. Sistem ini dibuat dikarenakan anggaran pemerintah sangat tergantung kepada penerimaan minyak dan otomatis sangat terpengaruh dengan pergerakan harga minyak dunia.[13] sistem ini berlaku dengan mekanisme Pemerintah Nigeria menetapkan harga asumsi minyak yang akan di masukkan ke dalam anggaran dan belanja negara. Contohnya asumsi harga di anggaran US$ 50/barrel, maka penerimaan dari minyak adalah sebesar US$ 50/barrel. Kemudian Selisih antara harga pasar minyak dan harga di anggaran akan ditampung di Excess Crude Account (ECA). Jika harga pasar mencapai US$ 80/barrel, maka selisih US$ 30/barrel akan dimasukkan ke Excess Crude Account (ECA). Jika harga pasar mencapai US$ 45/barrel, maka kekurangan sebesar US$ 5/barrel akan diambil dari dana yang ada di ECA
            Sistem ECA dikritik dari berbagai pihak. Kritikan utama adalah tidak adanya landasan hukum yang cukup kuat mengingat kebijakan ini bukan didasarkan atas UU. Selain itu, penggunaan dana ECA juga rawan dipolitisasi dikarenakan penggunaan dananya tidak perlu mendapatkan persetujuan parlemen. Saat ini, Nigeria sedang membuat UU yang mengatur mengenai Sovereign Wealth Fund untuk menggantikan sistem ECA ini. Namun bagaimanapun, sistem ECA merupakan terobosan dalam pengelolaan dana minyak yang dilakukan oleh Nigeria. Tanpa sistem ECA, mungkin Nigeria tidak akan memikirkan perlunya membuat Sovereign Wealth Fund sebagaimana yang sudah banyak dilakukan oleh negara penghasil minyak.
            Selain permasalahan resiko secara politis, hal yang tidak akan dihindari oleh investor adalah jaminan keamanan atas keutuhan asset mereka. Dalam artian, bagi investor yang berinvestasi lewat Surat Utang Negara (SUN) Nigeria harus dijamin keamanan asset mereka lewat pemagaran resiko keuangan (hedging).


BAB IV
PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
            Kesimpulan dari karya tulis ini bahwasanya pemerintah Nigeria harus mengambil langkah kritis untuk menarik investor agar bisa mengeksplorasi cadangan minyak yang mereka miliki. Eksplorasi ini juga harus diwujudkan dengan terjaminnya keamanan lewat penertiban konflik yang terjadi di Nigeria atas latar belakang agama, ras, ataupun kepentingan politik semata. Pemerintah juga harus mencetuskan kebijakan fiscal yang berkenaan dengan pengolahan minyak Nigeria. Di sisi moneter, pemerintah juga harus bisa menjaga stabilitas nilai tukar Naira terhadap volatilitas mata uang asing. Hal ini tidak mudah mengingat Nigeria merupakan negara konflik yang masih membara.


Daftar Pustaka


Chairawaty, Fachnia. “Konflik Ekologi-politik Nigeria: Pengaruh Industri MInyak terhadap Perekonomian nigeria.” FISIP UI, 2009
Jurnal “Investasi Minyak di Nigeria” ; Chenga Biobaku Co.
OPEC, World Oil Outlook 2011 pada www.opec.org
OPEC, Annual Statistical Bulletin 2010/2011 pada www.opec.org
OPEC, Monthly Oil Market, Oktober 2011 pada www.opec.org
OPEC, Monthly Oil Market, November 2011 pada www.opec.org
www.jurnas.com; “Eksplorasi Minyak Nigeria Merosot Tajam. 23/2/2011
www.merdeka.com “Produktivitas Minyak Nigeria Berkurang” 17/4/2008
www.kompasiana.com “Nigeria- Janlan Panjang Menuju Stabilitas” 9/2/2011




[1] Data statistic berdasarkan jurnal “Investasi Minyak di Nigeria” ; Chenga Biobaku Co.
[2] Buletin bulanan OPEC edisi Oktober 2011
[3] Kunjungi jurnas.com; “Eksplorasi Minyak Nigeria Merosot Tajam. 23/2/2011
[4] Lihat Profil Nigeria dalam negara-negara OPEC di www.opec.org
[5] Lihat KADIN “Nigeria Memberiakn Kesempatan Kepada Kalangan Pengusaha, untuk Menjalin Kerjasama Industri di Bidang Minyak dan Gas”.
[6] Lihat “Konflik Ekologi-politik Nigeria: Pengaruh Industri MInyak terhadap Perekonomian nigeria.” Fachnia Chairawaty, FISIP UI, 2009 Hal : 23
[7] Ibid, Hal: 25
[8] Operasi ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Nigeria akan konsumsi terhadap barang-barang penting terutama makanan. Meskipun demikian, program ini tidak bisa mengatasi permasalahan yang sudah akut, sehingga pemerintah terpaksa melakukan devaluasi terhadap mata uang Naira untuk mengatasi pendapatan yang hilang dari sector minyak.
[9] Ibid hal.33
[10] Ibid hal. 34
[11] “Jurnas.com “Eksplorasi MInyak Nigeria Merosot”
[12] Lihat merdeka.com “Produktivitas Minyak Nigeria Berkurang”
[13] Kunjungi kompasiana.com “Nigeria- Janlan Panjang Menuju Stabilitas” 9/2/2011

0 komentar: (+add yours?)

Post a Comment

rizalrazib. Powered by Blogger.