PERAN PEMUDA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA; INTERNALISASI TIGA AJARAN KI HAJAR DEWANTARA
Oleh :
Rizal Razib Abdillah, Eko Kurniadi,
Nensi Dewi Pratiwi AG[1]
Abstract:
Budaya korupsi
semakin menjangkiti kehidupan birokrasi dan para eksekutif Indonesia.
Kewenangan dan peran yang dijalankan lembaga-lembaga anti-korupsi belum efektif karena kurang terintegrasinya
kerjasama yang dijalin antar lembaga-lembag tersebut. Peran pemuda sangat
dinantikan demi mewujudkan cita-cita Indonesia yang bersih dari tindak pidana
korupsi (tipikor). Bertahun-tahun lalu, Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara
mengajarkan kata-kata mutiara yang seharusnya diaplikasikan pada saat ini,
yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur ke hadirat Alloh SWT, atas limpahan rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan penulisan karya tulis dengan judul “PERAN PEMUDA DALAM
PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA;
INTERNALISASI TIGA AJARAN KI HAJAR DEWANTARA”.
Terima kasih kepada kedua orang tua
kami yang telah memberikan fasilitas dan dukungan sehingga kami bisa
menyelesaikan dengan baik, teman-teman mahasiswa yang telh bersedia untuk
berbagi ilmu dan berdiskusi bersama. Semoga Alloh SWT membalas apa yang telah
kalian berikan dengan sebaik-baiknya pembalasan.
Terakhir, semoga penulisan karya
tulis ini bisa berguna untuk kehidupan masyarakat ke depannya, memberikan
kontribusi bagi kebaikan dan kesejahteraan bangsa kita tercinta, Indonesia.
Salam perjuangan untuk teman-teman mahasiswa, semoga kita bisa mewujudkan apa
yang telah dicita-citakan oleh para pendahulu kita yang memperjuangkan
kemerdekaan bangsa ini dari tangan kolonial penjajahan.
Bogor,
19 Oktober 2011
Tim
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Korupsi merupakan
masalah klasik bangsa ini. Bangsa yang memiliki populasi dan kekayaan alam yang
luar biasa, bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan kolonial
penjajah dengan darah dan peluh putra-putri bangsa yang penuh semangat dan
pantang menyerah. Bangsa yang dicita-citakan oleh para pendirinya menjadi
sebuah negara yang bersahaja dan dihormati oleh bangsa-bangsa di dunia.
Namun korupsi
merusak semua. Cita-cita yang diimpikan oleh proklamator dan pahlawan
perjuangan yang mengorbankan jiwa dan raganya. 17 Agustus enam puluh enam tahun
silam diabadikan sebagai hari kemerdekaan bangsa ini. Benarkah Indonesia telah
merdeka? Kemiskinan, kelaparan, korupsi, seta berbagai masalah kehidupan lain
yang menghimpit, menjadi profile bangsa yang memiliki sumber daya alam begitu
agung dan mempesona ini. Ketamakan dan kerakusan penguasa negeri ini merusak
kenangan indah yang dicatatkan oleh pendahulu kita.
Tahun 2010 lembaga
Political and Economic Risk Consultant (PERC) menyematkan Indonesia sebagai
jawara negara terkorup dari 16 negara yang disurvey di kawasan Asia-Pasifik.[2] Indonesia
mencetak angka 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup. Sangat ironi.
Ini membuktikan bahwasanya kepemerintahan Presiden SBY mengalami penurunan
dalam menangani masalah korupsi. Pasalnya pada tahun 2008 Indonesia menempati
peringkat ke-3 dengan nilai tingkat korupsi 7,98 setelah Filipina (tingkat
korupsi 9,0) dan Thailand (tingkat korupsi 8,0).
Sedangkan untuk
tahun 2011, sebuah lembaga nirlaba Amerika The World Justice Project (WJP)
melansir hasil survey tingkat korupsi 66 negara di dunia. WJP membagikan 1000
angket kepada penduduk di 3 kota utama masing-masing negara yang disurvey.
Hasilnya Indonesia menempati peringkat
ke-47 yang menunjukan Indonesia masih merupakan Negara korup.[3]
Sungguh memalukan.
Hasil-hasil survey terakhir masih menempatkan Indonesia sebagai jawara negara
korup baik di dunia maupun di Asia Pasifik. Jelas permasalahan moral yang akut sedang menjangkit manusia yang hidup di
negeri ini. Terutama mereka yang berkecimpung di jajaran birokrasi pemerintahan,
baik di pusat maupun di daerah. Sebut saja kasus korupsi Gayus Tambunan,
seorang “mafia pajak” yang
merugikan Negara sebesar Rp 124 M, kasus M. Nazaruddin –mantan bendahara umum
Partai Demmokrat- terlibat dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games
di Palembang yang dipresiksi merugikan Negara sebesar Rp 250 M, serta masih
banyak kasus-kasus suap dan korupsi yang belum teridentifikasi.[4]
Banyaknya
kasus-kasus korupsi yang masih mengambang diperparah dengan kurangnya
penanganan yang terintegrasi dikalangan penegak hukum –khususnya kasus suap dan
korupsi (POLRI dan KPK). Penegak hukum justru saling tuduh dan saling
menjatuhkan, sampai-sampai muncul istilah “cicak-buaya” yang diprakasai oleh Susnoduadji. Istilah “Buaya” diberikan untuk POLRI
lantaran institusi ini memiliki kekuatan dan kekuasaan (khususnya dalam
penegakkan hukum) yang sangat arogan sehingga orang yang akan berurusan dengan
institusi ini harus berfikir dua kali. Sedangkan istilah “cicak” diperuntukkan KPK yang
merupakan lembaga terdepan dalam memberantas korupsi di negeri ini.
Tindakan-tindakan
amoral yang dilakukan oleh petinggi negeri dan para eksekutif sangat melukai
rakyat negeri ini. Tanggung jawab yang rakyat berikan telah dikhianati dengan
keji. Pelajaran akhlak yang ditanamkan oleh guru dan orangtua sedari kecil
hanyalah merupakan kenangan belaka. Inilah sesungguhnya permasalahan akut yang
dihadapi negeri kita tercinta, Indonesia. Negeri yang memiliki wilayah terbesar
di Asia Tenggara dan berpenduduk terbesar ke-3 di dunia.
Oleh karenanya
diperlukan sebuah character building sebagaiu
sistem pendidikan generasi penerus
bangsa agar tidak terjangkit penyakit korupsi yang semakin hari semakin tidak
bisa dibendung eksistensinya. Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara
telah mewariskan ajaran yang sangat mulia kepada generasi penerus bangsa ini.
Agar putra-putri bangsa bisa meneruskan dan mengisi hari-hari kemerdekaan
dengan kehormatan dan kesejahteraan. Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Tiga
kalimat yang bisa menuntun dan mengeluarkan bangsa ini dari penyakit amoral
bila dihayati dan diamalkan dengan lapang hati oleh setiap individu penghuni
bangsa ini.
I.2. Rumusan Masalah
Rumasan masalah dari karya ilmiah
ini adalah semakin menjangkitnya penyakit korupsi di Indonesia sehingga
dibutuhkan usaha yang ekstra keras untuk menghilangkan bahakan sekedar
menguranginya dari kebudayaan perpolitikan maupun kehidupan bernegara. Oleh
karenanya dibutuhkan peran segenap lapisan masayarakat –terutama generasi muda-
untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang sejahtera tanpa korupsi.[5]
I.3. Metodelogi Penulisan
Karya tulis ini
ditulis berdasarkan data-data kuantitatif dan pengembangan-pengembangan teori
yang di dapat dari literature study dari berbagai sumber media,
buku-buku yang relevan, jurnal, artikel dan karya tulis yang pernah ditulis
sebelumnya.
I.3. Tujuan Penulisan
Penulisan karya tulis ini dimaksudkan
untuk mmberikan sebuah solusi permasalah bangsa Indonesia yang bisa diringkas
dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh korupsi terhadap
keberlangsungan hidup Negara ini?
2. Peran apa yang harus dilakukan pemuda
Indonesia ditengah krisis moral dan keterpurukan bangsa?
BAB II
KAJIAN TEORI
II.1. Definisi Korupsi
Kata korupsi
berasal dari bahasa latin, yaitu corruptio atau corruptus. Corruptio berasal
dari kata corrumpere, suatu kata latin lain yang lebih tua. Dari bahasa latin
itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari bahasa
Belanda itulah kata itu turun ke Bahasa Indonesia menjadi korupsi. (Andi
Hamzah, 2005:4)
Berdasarkan
pemahaman pasal 2 UU no. 31 th. 1999 sebagaimana yang diubah dengan UU no. 20
th 2001, Korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud
memperkarya diri sendiri/ orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat
merugikan keuangan/ perekonomian negara.
II.2. Sebab dan Motif Korupsi
Sebab
musabab korupsi dapat dibedakan menjadi dua, satu diantaranya ialah yang
berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, dan yang lain
adalah yang muncul dalam jangka waktu yang pendek. Meski demikian, korupsi
dalam jangka waktu yang pendek tetap dapat menimbulkan akibat yang luas dan
lebih lama daripada rentan waktu dalam tindak korupsinya.
Korupsi
yang melanda segenap sistem yang ada dewasa ini merupakan akibat dari Perang
Dunia Kedua. Di India, menurut laporan Komite Santhanam, peperangan yang meluas
– yang meliputi pengeluaran pemerintah dalam jumlah yang besar pula guna
pengadaan persediaan – telah memberi peluang bagi korupsi. Sekalipun demikian
di sebuah negara yang sedikit saja dipengaruhhi oleh mobilisasi serupa itu,
seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada.
Dalam hal Asia tenggara, pendudukan Jepang menyebabkan timbulnya korupsi yang
membengkak secara mendadak. Kelangkaan barang dan bahan makanan, bersama dengan
inflasi yang menggila, karena lemahnya pengawasan pemerintah, menjadikan
korupsi sebagai sarana yang ampuh untuk menutup kurangnya pendapatan. Jelas
bahwa situasi perang malahirkan masalah korupsi.
Faktor
lain yang ikut menyumbang pada terus berlangsungnya korupsi adalah pemerintahan
kolonial. Korupsi tidak hanya ada dalam pemerintahan kolonial, melainkan juga
terus berkembang sebagai pengaruh tidak langsung dari hasutan kaum nasionalis
melawan pemerintahan.
Kondisi
perang yang disusul penyerahan kekuasaan membuat kelmpok baru yang memerintah
secara tiba-tiba diahadapkan pada banyak peluang yang sebelumnya tidak ada
dalam situasi ini, sehingga watak para pemimpin sangat menentukan. Jika mereka
korup atau membiarkan terjadinya korupsi, maka anasir-anasir korup akan muncul
ke permukaan dan mengukuhkan posisi mereka. Kemudian harga-harga yang semakin
membubung akan mendorong orang-orang
untuk mendapatkan kekayaan atau pelayanan melalui cara yang bertentangan
dengan moral.
Kesemuanya
itu masih di tambah lagi dengan sistem pemerintahan. Negara-negara yang baru
saja merdeka, bermula dari demokrasi, walaupun sistem ini kemudian banyak
ditinggalkan. Tetapi kebiasaan korupsi dan perkawinan antara dunia usaha dan
politik sudah dikenal, dan sejak itulah ikatan perkawinan tersebut semakin
kukuh sampai kematian memisahkannya.
Sebab-musabab
korupsi lainya adalah bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, akibatnya gaji mereka jadi sangat berkurang.
Hal ini berlanjut dengan perlunya pendapatan tambahan.[6]
Jadi pengaruh koruptif masa perang, bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan
cepat, bertambah luasnya kekuasaan dan kesempaan birokrasi, yang di barengi
dengan lemahnya pengawasan dari atas, serta pengaruh partai-partai politik akan
menyediakan tanah yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya korupsi.
Dalam bukunya
“Mengenali dan Memberantas Korupsi”, Arya Maheka juga menyebutkan sebab-sebab
korupsi diantaranya sebagai berikut:
a)
Penegakkan
hukum tidak konsisten: penegakkan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya
sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
b)
Penyalahgunaan
kekuasaan/ wewenangan, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
c)
Langkanya
lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas.
d)
Rendahnya
pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi
kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk
berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
e)
Kemiskinan,
keserakahan: Masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan
ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah,
tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
f)
Budaya
memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
g)
Konsekuensi
bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa
menyuap penegalk hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumnya.
h)
Budaya
primitif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila ada korupsi,
karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
teirlindungi.
i)
Gagalnya
pendidikan agama dan etika: Ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa
agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena
perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap
agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribdah saja. Sehingga agama
nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya
agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial
dibandingkan institusi lainya. Sebab, agama neniliki relasi atau hubungan
emosional dengan para pengikutnya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi
emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa
dampak yang sangat buruk.[7]
II.3. Selayang Pandang Sejarah Korupsi Di Dunia
Sejarah korupsi
bermula sejak awal kehidupan manusia dalam bermasyarakat, yakni pada tahap
tatkala organisasi kemasyarakatan yang rumit mulai muncul. Manusia direpotkan
oleh gejala korupsi paling tidak selama beberapa ribu tahun. Intensitas korupsi
berbeda-beda pada waktu dan tempat yang berlainan.
Seperti gejala
kemasyarakatan lainya, korupsi banyak ditentukan oleh berbagai faktor. Catatan
kuno mengenai masalah ini menunjuk pada
penyuapan terhadap para hakim, dan tingkahlaku para penjahat pemerintah. Dalam
sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani, dan Romawi Kuno, korupsi
seringkali muncul ke permukaan diberbagai masalah.
Hammurabi dari
Babilonia, yang naik tahta sekitar tahun 1200 Sebelum Masehi[8] memerintahkan
kepada seorang gubernur provinsi untuk menyelidiki satu perkara penyuapan.[9]
Shammah, seorang raja Assiria (sekitar tahun 200 Sebelum Masehi) menjatuhkan
pidana kepada seorang hakim yang menerima uang suap.[10]
Hukum Hammurabi mengancam beberapa bentuk korupsi tertentu yang dilakukan oleh para
pejabat pemerintah dengan hukuman mati.[11]
Samuel, seorang nabi terkenal yang disebut di dalam injil yang hidup pada abad
ke-11 Sebelum Masehi, seorang hakim agama masyarakat Israil, tatkala menantang
untuk diselidiki secara mendalam atas perbuatannya, mengatakan, antara lain,
“Dari tangan siapa saya menerima uang suap yang akan membuat mata saya buta?”[12] Amos,
seorang nabi lain yang di sebut di dalam Perjanjian Lama yang hidup pada abad
ke-8 Sebelum Masehi menyatakan, pemerintahan raja, Jeroboam II, tidak sah lagi,
antara lain karena menerima uang suap.[13]
Di India, korupsi
sudah dilakukan orang sekurang-kurangnya sejak seribu tahun sebelum Isa,
seperti juga halnya Cina dan Yunani kuno. Kutilya, Perdana Menteri
maurya yang termasyhur (abad ke empat Sebelum Masehi) menaruh perhatian besar
terhadap korupsi dan akibatnya pada pemerintahan dan negara.
Dari catatan
sejarah sulit bagi kita untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang awal
terjadinya korupsi baik dari dimensi waktu maupun tempatnya secara pasti, misalnya
mengenai seberapa luasnya korupsi, namun pastilah korupsi itu adalah suatu
perbuatan yang banyak dilakukan orang, terutama yang memiliki kedudukan lebih
dalam suatu tatanan masyarakat.
II.4. Lembaga-lembaga Penanganan Korupsi
Indonesia memiliki beberapa lembaga
pemberantasan dan penangan kasus korupsi yang memiliki wewenang penuh untuk
memeriksa, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang diduga atau tersangka
melakukan tindakan korupsi di sebuah institusi. Diantara lembaga-lembaga
tersebut adalah:
A. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“KPK adalah sebuah lembaga Negara yang akan melaksanakan berbagai
tugas dan kewenangannya secara independen, bebas dari setiap dan berbagai
pengaruh. KPK dibentuk dengan tujuan utama yakni meningkatkan efektifitas dan efisiensi
dari berbagai upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi.” – Undang-undang nomor 30/ 2002
KPK didirikan berdasarkan Undang-undang nomor
30/2002, yang disetujui pada bulan Desember 2002. Undang-undang yang
mengamanatkan pembentukan sebuah Pengadalian Khusus untuk Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor). Komisi tersebut didirikan setahun kemudian pada bulan Desember tahun
2003. Dengan berdirinya KPK, Komisis Pemeriksa kekayaan penyelenggara Negara
(KPKPN) dilebur menjadi bagian Direktorat bidang pencegahan dibawah naungan
KPK.[14]
KPK
memiliki lima komisaris, terdiri dari seorang ketua dan empat wakil ketua yang
dipilih oleh DPR dari sekelompok kandidat yang diajukan presiden. Pada saat ini
KPK memilih kurang lebih 400 karyawan yang terdiri dari penyidik dan penuntut.
Menurut undang-undang yang ada. Para penyidik dan penuntut KPK dipinjamkan dari
kejaksaan dan POLRI.
Undang-undang nomor 30/2002
menguraikan tanggung jawab KPK sebagaiman disebutkan dibwah ini:[15]
1. Berkoordinasi dengan berbagai institusi Negara
lainnya untuk memberantas korupsi.
2. Mengawasi berbagai institusi lainnya yang
berwenang untuk memberantas korupsi.
3. Melaksanakan berbagai investigasi,
pendakwaan dan pemrosesan secara hukum terhadap berbagai kasus korupsi.
4. Mengambil beberapa langkah untuk
mencegah korupsi, diantaranya: memeriksa berbagai kekayaan dan gratifikasi;
melaksanakan pendidikan antikorupsi dan berbagai program sosialisasi; dan
terlibat di dalam berbagai kerjasama bilateral dan multilateraluntuk
memberantas korupsi.
5. Memantau administrasi atas berbagai
institusinegara dan memberikan berbagai rekomendai agar supay mereka lebih
kebal terhadap korupsi.
Undang-undang tersebut juga memberikan
KPK berbagai kakuasaan luar biasa seperti: melaksanakan pengawasan atas
berbagai institusi Negara lainnya yang tugas dan kewenangannya relevan dengan
pemberantasan korupsi; melakukan penyadapan (wire taps), merekam
berbagai pembicaraan dan mengakses catatan perbankan dan pajak; mengambil alih
berbagai investigasi atau pendakwaan yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian
atau kejaksaan agung.
KPK
memiliki wewenang yang signifikan untuk melakukan pemeriksaaan, investigasi dan
pendakwaaan terhadap berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat
penegak hukum, personel sektor yudisial, para pejabat negara dan para pihak
ketiga yang terlibat. Penanganan kasus-kasus tipikor yang menarik perhatian dan
kekecewaan publik, serta merugikan Negara sebesar minimal Rp. 1 M juga menjadi
wewenang KPK.[16]
Sementara
dalam tindakan pencegahan tipikor, KPK mencanangkan berbagai program preventif,
diantaranya: pengumpulan dan audit atas berbagai laporan mengenai para pejabat
negara, mencegah korupsi di berbagai institusi negara dengan merekomendsikan
berbagai perubahan (reformasi) di dalam peraturan dan prosedur,
menginformasikan dan mendidik masyarakat berkenaan dengan bahaya korupsi dan
pentingnya kesadaran akan bahaya korupsi, serta menanggapi
berbagai laporan dan pengaduan publik atas tindakan korupsi yang dilakukan
seseorang.
Kesuksesan KPK dalam menangan
kasus tipikior tidak lepas dari eksistensi lembaga pengadilan khusus pidana
korupsi. Semua kasus korupsi yang ditangani oleh KPK akan disidangkan oleh
Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan Khusus Pidana Korupsi
didirikan berdasarkan amanat dari Undang-undang nomor 30/2002.[17]
Pengadilan Khusus tersebut tediri dari kesatuan berbagai hakim karir (ditunjuk
oleh Ketua Pengadilan Negeri) Pengadilan Negeri dan hakim “ad hoc” (ditunjuk
oleh presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung). Keputusan yang dihasilkan
oleh Pengadilan Khusus bisa dibawa ke tingkat banding dan kemudian ke Mahkamah
Agung.
B. Pusat Pelaporan Transaksi
dan Analisa Keuangan Indonesia (PPATK)
PPATK didirikan menurut
Undang-undang no. 25/2003, undang-undang yang merupakan respon dari terhadap
tekanan AS dan dunia internasional atas Indonesia untuk memperkuat rezim anti
pencucian uangnya.[18]
Pada saat ini mandat PPATK terbatas pada menganalisa berbagai laporan atas
potensi pencucian uang dan meneruskannya pada pihak kepolisian untuk diinvestigasi
lebih lanjut.
Dalam Undang-undang no.5/2003 (stelah
mengalami beberapa perubahan) menetapkan berbagai aktifitas pencucian uang
merupakan tindak kriminal dan mensyaratkan agar para penyedia layanan keuangan
– termasuk lembaga non-bank- untuk melaporkan berbagai transaksi keuangan yang
mencurigakan.[19] Orang-orang
yang memiliki dana sebesar Rp 10 juta atau lebih, ketika dipertanyakan di dalam
pengadilan, harus membuktikan bahwa uang tersebut tidak diperoleh secara
ilegal.
Laporan-laporan audit dari PPATK
memiliki peran yang penting dalam penanganan kasus-kasus tipikor. Dalam hal ini
kerjasama yang terintegrasi antara PPATK dan Bank Indonesia maupun lembaga
pemerintah lainnya sangat urgen hukumnya karenanya investigasi dan penanganan
kasus korupsi juga di pengaruhi oleh analisa dan auditing yang dilakukan
oleh PPATK. Meskipun dalam prakteknya analisa dan audit yang dilakukan oleh
PPATK sangat bergantung pada tindak lanjut dari lembaga penindakan lainnya baik
itu pihak kepolisian maupun KPK.
C. Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU)
Pada tahun 1999, Undang-Undang
Mengenai Monopoli dan Persaingan Usaha Tidah Sehat (Undang-undang 5/1999)
memprakarsai terbentuknya KPPU dengan tujuan untuk memastikan kompetisi bisnis
yang sehat dikalangan pebisnis Indonesia. Jadi, KPPU -meskipun tidak secara
eksplisit- merupakan suatu badan anti korupsi karena berkaitan dengan kolusi,
bentuksebuah bentuk prinsipal dari kolusi.
Pada praktekntya, kasus-kasus yang
ditangani KPPU seringkali kandas dan kalah ditengah jalan. Sebut saja pada
tahun 2011 ini, hanya satu kasus yang dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakart
Pusat.[20]
Kemenangan ini terkait putusan KPPU yang menghukum PT Garuda Indonesia, PT Gaya
Bella Diantama dan PT Uskarindo Prima masing-masing Rp 1 miliar dalam pengadaan
cinderamata haji. Sehingga jika ditotal, ketiganya harus membayar Rp 3 miliar
kepada negara.
D. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial memiliki kewenangan:
a) mengajukan nominasi kepada DPR sebuah daftar calon-calon yang akan diangkat
sebagai hakim di Mahkamah Agung, b) mengkaji perilaku dari para hakim dan,
apabila dianggap layak, merekomendasikan berbagai sanksi kepada Mahkamah Agung
atas tindakan indisipli para hakim.[21]
Di awal tahun 2006 Komisi Yudisial
meminta pesiden agar mennerbitkan sebuah peraturan pemerintah sebagai pengganti
undang-undang (PERPU) yang memeberikan kekuasaan kepada Komisi Yudisial untuk
mengkaji kompetensi para hakim. Proposal ini akan secara signifikan memperluas
mandat dan kewenangan komisi terhadap Mahkamah Agung. Hal ini menimbulakan
resistensi dari Mahkamah Agung, DPR, dan Mahkamah Konstitusi. Akhirnya di bulan
Agustus tahun 2006, Mahkamah Konstistui menghapuskan mandat komisi Yudisial
untuk memonitor para hakim, dengan alasan bahwa hal tersebut bertentangan
dengan konstitusi.
E. Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI)
Lahir, tumbuh dan berkembangnya
Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak
Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang
unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa
perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan
berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain.[22]
Polri lahir pada tanggal 21 Agustus
1945, empat hari setelah kemerdekaan Republik Indonesia dengan Inspektur kelas
I (Letnan Satu) Polisi Mohammad Jassin sebagai proklamatornya. Upaya
melaksananakan kemandirian Polri diantaranya melakukan perubahan di tiga aspek:
pertama, aspek struktural yang mencakup perubahan lembaga kepolisian
dalam tata kenegaraan, organisasi, susunan dan kepudukannya; kedua, aspek
instrumental yang mencakup filosfi (visi, misi, dan tujuan) Polri, doktrin,
kewenangan, kompetensi, kemampuan fungsi serta Iptek lembaga kepolisian; ketiga,
aspek kultural yang merupakan muara dari perubahan struktural dan instrumental
karena hal ini terwujud melalui pelayanan lembaga kepada msayarakat dan negara.[23]
Selain tugas
menjaga keamanan dan ketertiban Republik Indonesia, Polri juga memiliki
wewenang dan kontribusi dalam penindakan tindak pidana korupsi. Menurut Rumida
Sianturi (2009) wewenang tersebut bisa dirincikan dalam hal: a) melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana korupsi sesuai dengan
hukum acara pidana dan dan peraturan perundang-undangan; b) melaksanakan
penangkapan, penggeledahan, dan penahanan penyitaan orang yang diduga melakukan
tindakan korupsi, serta penyitaan aset kekayaan yang bersangkutan; c) menerima
laporan dan menindak lanjuri laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang
berlaku.[24]
Dalam prekteknya,
pihak kepolisan harus melakukan konsolidasi kerjasama dengan KPK dan kejaksaan
dalam menangani suatu kasus korupsi. Sementara dalam hal penghitungan kerugian
yang diderita negara oleh ulah koruptor, Polri bekerja sama dengan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sebab, dalam praktek di lapangan bila
penyidik Polri mengirimkan berkas kepada Jaksa Penuntut Umum harus jelas
terinci kerugian yang dialami negara. Apabila tidak ada penghitungan kerugian
yang di derita negara secara terperinci, maka Jaksa Penuntut Umum tidak akan
menerima berkas yang dikirimkan penyidik Polri.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Korupsi di Indonesia
Kejahatan
atau kesalahan yang di lakukan berkali-kali tanpa adanya pembenaran dan sanksi
atas perilaku tersebut dapat menimbulkan suatu paradigma pembanaran dan
akhirnya dianggap bahwa kesalahan tersebut bukanlah sebuah masalah dan justru
berubah menjadi sebuah kebiasaan yang dianggap wajar, beginilah paradigm
masyarakat atas korupsi.
Korupsi di Indonesia tidak dapat di
pastikan dimulai sejak kapan dan tidak pula dapat di prediksi hingga kapan.
Perilaku korupsi bahkan seolah adalah hal yang biasa dan wajar di lakukan.
Kebiasaan buruk yang telah menjadi hal yang lumrah ini menjadikan bangsa
Indonesia seolah tidak memiliki identitas dan mentalitas yang kokoh. Jangankan
untuk melawan kesemena-menaan bangsa lain atas berbagai masalah criminal ataupun
pertahanan. Untuk melawan kebiasaan buruk secara basic saja bangsa Indonesia
tidak mampu menghilangkan tabiat dan budaya korupsi ini.
Beberapa
contoh pembiasaan praktik korupsi telah terjadi sejak zaman dahulu seperti
adanya pembayaran upeti dari rakyat untuk raja-raja, hadiah untuk imblan sebuh
jasa yang tidak wajar, sogokan atas keinginan yang tidak mungkin terwujud tanpa
bantuan uang dan segala kriminalitas yang mengarah pada praktik korupsi telah
di biarkan berlarut-larut dalam kehidupan social masyarakat.
Langkah-langkah anti-korupsi di
Indonesia, 1998-2004:
ü Pada tahun 1998 dan 1999 Presiden
Habibie memimpin pembebasan media. Ia turut menerbitkan beberapa
keputusan-keputusan MPR dan undang-undang DPR tersebut di bawah ini.
ü Pada bulan Oktober 1999 MPR menerbitkan
suatu keputusan yang mensyaratkan aparat Negara untuk “berfungsi memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara professional, efisien, produktif, transparan
dan terbebas dari korupsi, koalisi, dan nepotisme”.
ü Undang-undang Pemerintah yang Bersih
(Undang-undang no. 28/1999) yang diundangkan pada tahun 1999 mensyaratkan para
pejabat public untuk melaporkan kekayaan mereka dan menyetujui untuk diaudit
secara berkala. Undang-undang tersebut turut mencantumkan berdirinya Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN).
ü Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU
31/1999) yang diundangkan pada tahun 1999 mendefinisikan korupsi sebagai tindak
kriminal serta menetapkan tuntutan dan prosedur pendakwaan.perubahan
Undang-undang (UU 20/2001) perluas dan mengklarifikasi definisi korupsi dan
memperberat hukuman.
ü Pada tahun 2000, Presiden Abdul Rahman
Wahid mengeluarkan KEPPRES 44/2000 mendirikan Komisi Ombudsman Nasional (KON).
Ia turut menciptakan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGTPK),
di bawah koordinasi kejaksaan agung.
ü Dikeluarkannya KEPPRES 18/2000 pada
tahun 2000, menghasilkan sebagian perbaikan dalam prosedur-prosedur pengadaan
barang dan jasa instansi pemerintah. Pada bulan November 2003, KEPPRES tersebut
digantikan oleh sebuah KEPPRES baru tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah, KEPPRES 80/2003, yang mendirikan KantorPengadaan Barang dan Jasa
(NPPO).
ü Pada bulan April 2002, DPR mengundangkan
Undang-undang Anti Pencucian Uang (UU 15/2002), yang menjadi dasar hukum
berdirinya Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK);
Undang-undang tersebut diperkuat oleh amandemen pada Oktober 2003.
ü Pada bulan Desember 2002, DPR
mengundangkan Undang-undang 30/2002 yang menjadi dasar hukum berdirinya KPK dan
Pengadilan Khusus untuk Pidana Korupsi.
ü Pada tahun 2004 DPR mengundangkan
Undang-undang 22/2004 yang menjadi dasar hukum berdirinya Komisi Yudisial.
III.2. Efektivitas Lembaga Pemberantasan Korupsi
KPK merupakan tulang punggung lembaga-lembaga
anti-korupsi di Indonesia. Sejak berdirinya KPK pada tahun 2003, belum ada penanganan
kasus tipikor yang bebas. Semua kasus yang ditangani KPK atau Pengadilan Khusus
Tindak Pidana Korupsi selalu berakhiur dengan dijeratnya terdakwa kasus korupsi
dengan hukuman penjara dan denda pengganti kerugian negara. Tetapi hal ini
berubah beberapa minggu kebelakang. Bebasnya koruptor di daerah Jawa Barat
menjadikan kasus kegagalan pertama yang diterima KPK untuk memenjarakan
tersangka kasus pidana korupsi.
Catatan Indonesia
Corruption Watch membuktikan ada satu terdakwa korupsi dibebaskan Pengadilan
Tipikor Seamarang, 21 terdakwa bebas di Pengadilan Tipikor Surabaya dari 95
perkara, dan tiga orang bebas di pengadilan. Pengadilan Jakarta juga pernah
membebaskan satu terdakwa meskipun bukan terdakwa utama.selain kasus-kasus yang
ditangani oleh KPK, kasus lain yang mendapat vonis bebas juga ditangani
Kejaksaan Agung.[25]
Sebab-sebab
terjadinya korupsi telah menjabarkan lemahnya pengawasan sistem birokrasi oleh
pihak pengawas
merupakan salah satu lahan yang subur untuk terjadinya korupsi. Hal yang patut
diperhatikan pelaksanaannya ialah birokrasi pemerintah dengan unit usaha,
karena sering kita jumpai suap-menyuap yang terjadi dalam suatu pendirian unit
usaha yang membutuhkan kebijakan pemerintah. Namun faktanya, KPPU, selaku komisi yang
paling erat hubunganya dengan kondisi tersebut belum menampakkan kinerja yang
mumpuni dan sesuai harapan, apalagi tidak
terlihatnya
dukungan pemerintah dalam hal tersebut.
Hal
ini menjadi pekerjaan rumah unutk KPPU dalam
mengoptimalkan perannya di bidang tersebut, terutama pengawasan operasional
usaha dan pemerintah daerah.
Efektifitas
lembaga-lembaga pemberantas akan terwujud jika dalam kinerja tiap-tiap
lembaga saling mendukung dan melengkapi.
Setiap lembaga tentunya sudah mempunyai sistem dan bagian kerja masing-masing,
sehingga yang diharapkan ialah saling terhubungnya operasi-operasi yang
dilaksanakan oleh tiap bagian yang didukung oleh pemerintah kemudian juga diawasi
lembaga independen non-pemerintah seperti LSM.
Kepergian Siami, ibu dari Al -siswa kelas VI SD Negeri Gadel II-
dan keluarga, tidak lepas dari persoalan yang menderanya. Sejumlah warga dan
wali murid SDN Gadel II, menganggap dia mencoreng nama baik sekolah.
Penyebabnya, lantaran Siami mengungkapkan kasus mencontek missal yang terjadi
di sekolah tersebut saat ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN) beberapa
waktu lalu. – Mozaik
Integrito[26]
Begitulah nasib seorang ibu dengan keluarganya yang berani
meneriakkan kejujuran di negeri ini. Sudah matikah kesadaran masyarakat negeri
ini akan pentingnya kejujuran sehingga mereka yang memperjuangkan kejujuran
harus bernasib naas dan menerima cibiran serta makian dari masyarakat
sekitarnya.
Hal yang sangat
kontras, disaat masyarakat menginginkan hilangnya korupsi dan membenci koruptor
disisi lain praktek kejujuran dimusuhi oleh masyarakat sendiri. Padahal
kejujuran adalah tameng yang sangat prinsipal dalam menghadapi tindak korupsi.
Kemana kredibilitas dan integritas bangsa bangsa yang besar ini.
Korupsi merupakan prioritas utama pemerintahan Presiden SBY.
Terbukti dengan berdirinya KPK pada tahun 2004, lembaga yang mendapat mandat
langsung dari presiden terkai pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasalnya
pemerintahan SBY tidak pernah mewakilkan kepada lembaga lain terkait penanganan
masalah lainnya. KPK, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Polri,
serta beberapa lembaga –yang memiliki tugas dan wewenang - anti korupsi saling
bekerja sama secara terintegrasi demi tercapainya tujuan yakni menghilangkan
korupsi dari budaya birokrasi dan masyarakat Indonesia.
Kerjasama
lembaga-lemaga anti korupsi tersebut tidak akan pernah berhasil jika tidak ada
dukungan –secara moril dan aplikasi- dari rakyat. Sebab, sebuah permasalahan
besar yang menjangkit –budaya korupsi- tidak akan mungkin bisa ditangani dengan
mudah, terlebih lagi jika tanpa dukungan dari masyarakat itu sendiri. Oleh
karenanya, dukungan masyarakat luas sangat dibutuhkan demi terlaksananya
cita-cita bersama, Indonesia bebas korupsi.
Bermacam
dukungan bisa diberikan masyarakat dalam berbagai cara, bergantung kepada tingkat
elemen masyarakat tersebut. Misalnya, seorang anggota DPR memberikan dukungan
dengan cara menerbitkan undang-undang anti korupsi. Sementara seorang guru dan
siswa mendukung program anti-korupsi dengan menunaikan kewajibannya secara arif
dan penuh dedikasi dan integritas tinggi.
Titik tekan yang harus disoroti adalah
konsistensi kaum muda dalam memberikan kontribusi terkait pemberantasan korupsi
di Indonesia. Jikia kita lihat saat ini, semangat pemuda mulai lemah dalam
memperjuangkan kejujuran dan tindaka-tindakan anti-korupsi. Pergerakan
mahasiswa yang mulai kehilangan greget untuk memperjuangkan nilai-nilai
dari kejujuran. Di sisi lain, pergerakan LSM juga mulai kehilangan arah dalam
memperjuangkan aspirasi jeritan-jeritan rakyat. Dalam hal ini banyak dari LSM
dan gerakan-gerakan pemuda dewasa ini banyak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan
politik pihak tertentu.[27]
Banyak wacana yang muncul berkenaan
pentingnya pendidikan karakter pemuda sebagai generasi penerus bangsa seiring
dengan kehancuran moral dan martabat bangsa yang disebabkan oleh kasus korupsi.
Teori-teori kepemimpinan Barat mulai diadopsi dan dikembangklan oleh banyak
lembaga pendidikan dan konsultasi untuk memberikan jaminan mutu anak didik dank
klien yang mereka hasilkan.
Akan tetapi, semakin hari kita semakin
tidak berdaya menghadapi budaya korupsi yang semakin menjangkiti generasi
penerus bangsa. Sepertinya kita telah lupa dengan kearifan lokal. Kita terlalu
membangga-banggakan teori kepemimpinan dari negara lain yang secara struktur
sosial dan budaya berbeda dengan budaya Indonesia. Memang tidak ada salahnya mengadopsi
teori Barat, akan tetapi tidak seyogyanya juga kita melupakan pemikiran
kearifan lokal yang telah diajarkan oleh tokoh nasional pendiri bangsa.
Ki Hajar Dewantara (1889-1959), Bapak
Pendidikan Indonesia telah mencetuskan ajaran pendidikan karakter bagi
generasi-generasi penerus setelahnya. Ajaran yang terdiri dari tiga kalimat
mutiara Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani.
Kata-kata mutiara yang apabila dikaji dan diimplementasikan dengan benar bisa
menandingi teori pendidikan sosio-kultural
seperti yang digagas oleh Vigotsky dan setara dengan cooperative learning
yang dikembangkan David Johnson, Spencer Kagan, dan lainnya.[28]
Tiga kata mutiara tersebut bisa
diaplikasikan dalam kehidupan pemuda untuk menyongsong kehidupan yang bersih
dari korupsi, yang kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha yang bisa diartikan “ketika menjadi
seorang pemimpin, maka harus mencerminkan perbuatan yang baik dan bisa menjadi
teladan”. Seorang pemimpin merupakan figur sentral dari suatu organisasi atau
perhimpunan kelompok. Para bawahannya akan bercermin kepada seoarang pemimpin
ketika akan melakukan suatu tindakan. Oleh karenanya, dibutuhkan seorang sosok
pemimpin yang arif, bijaksana, dan berdedikasi tinggi dengan meninggikan
nilai-nilai kejujuran. Bukan seorang pemimpin yang hanya mementingkan nafsu dan
keuntungan sesaat saja –terlebih lagi dengan mengorbankan kepentingan
masyarakat luas.
Dalam konteks riilnya, seorang pemuda
harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan bisa memposisikan dirinya
sebagai pemimpin yang diteladani oleh bawahannya. Terlebih lagi ketika dia
duduk sebagai pimpinan perusahaan, instansi pemerintah, DPR atau DPRD, maupun
suatu organisasi pergerakan, maka dia harus bisa mengambil keputusan yang
efektif tanpa mengesampingkan value kejujuran. Karena kejujuran adalah
pondasi tindakan anti-korupsi.
Pemuda juga seharusnya berani show up
memperjuangkan ideologi kebenaran yang diyakini dan mengambil resiko untuk
memimpin bangsa. Begitu banyak pemuda-pemuda yang berani mengkritik, menggugat,
dan memojokkan penguasa negari, akan tetapi tidak banyak pemuda yang berani
menjadi pemimpin bangsa, menyumbangkan pemikiran dan solusi untuk kesejahteraan
bangsa, mengambil bermacam resiko politik dan berpihak kepada rakyat yang
dipimpin.
Dimanakah spirit dan mental yang
dimiliki oleh Sutan Syahrir, pemuda bangsa yang dengan berani mendesak Presiden
Soekarno untuk segera memplokamasikan kemerdekaan Indonesia, pemuda yang
mempunyai gagasan “menculik” presiden ke Rengasdengklok. Kemana jiwa perjuangan
pemuda seperti halnya Chairil Anwar, pemuda yang berani menghasilkan nasihat
dan teguran kepada pengusa lewat bait-bait puisi yang indah. Akan kah pemuda
Indonesia bersembunyi di balik kenyamanan kemodern-an zaman, menyibukkan diri
dengan gadget tanpa memikirkan nasib rakyat yang kelaparan karena haknya
diambil oleh penguasa-penguasa dan koruptor yang acap kali di lindungi oleh
aparatur negara.
Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, “ketika berada di tengah, maka dia
adalah seorang dinamisator”. Pemuda merupakan tonggak peradaban suatu
bangsa. Perilaku dan pola hidupnya mencerminkan power yang dimiliki
suatu negara. Dinamisator, sebuah kata yang memiliki makna begitu kuat. Pemuda
sebagai dinamisator kedudukannya sebagai penggerak orang-orang yang
terjajah. Elemen yang masuk dalam kategori orang yang ada ditengah adalah
mereka para mahasiswa, aktivis LSM, organisator-organisator di kalangan masyarakat
dan pedesaan (Karang Taruna).
Pemuda memilliki peran utama sebagai
mediasi penyampaian jeritan rakyat kepada penguasa, juga sebagai fasilitator
dalam kegiatan sosialisasi anti-korupsi dalam masyarakat. Para mahasiswa memperjuangkan
aspirasi rakyat dengan berbagai macam kegiatan dari unjuk seni dan pengetahuan
sampai unjuk rasa turun ke jalan. Semua dimaksudkan untuk mengawal para
penguasa yang bertingkah semena-mena dalam mengambil kebijakan –tidak
pro-rakyat- agar mereka kembali ke jalan yang luus –pro-rakyat kecil.
Yang
perlu dilakukan saat ini adalah gerakan-gerakan monitoring terhadap
pemerintah yang terintegrasi. Adanya pengawalan pada setiap keputusan yang
diambil pemerintah merupakan langkah awal dan urgen yang bisa dilakukan
pemuda, sehingga penguasa semakin yakin bahwasanya mereka selalu diawasi oleh
rakyatnya dan tidak mengesampingkan hak masyarakat kecil.
LSM dan mahasiswa harus terus mengkaji
kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama yang berkenaan dengan anggaran atau
penggunaan uang. Apabila terdapat kejanggalan setelah adanya pengkajian masalah
yang sistematis, maka langsung dilaporkan kepada pihak yang berwenang menangani
permasalahan –KPK, Kejaksaan Agung atau setempat, maupun kepolisian. Selain itu
kalangan LSM dan mahasiswa juga harus senantiasa menjaga komunikasi dengan
masyarakat luas dan mendampingi pelaporan yang dilakukan masyarakat sehingga
laporan masyarakat bisa dipastikan ditangani oleh pihak berwenang. Dengan cara
demikian, praktek tebang pilih yang selama ini sering terjadi akan bisa
diminimalisir.
Akan
teapi, fungsi sebagai fasilitator dalam sosialisasi gerakan anti-korupsi juga
tidak kalah pentingnya. Para oraganisasi –LSM- harus melakukan pendampingan
ukepada rakyat untuk memahami dan mentransformasikan sikap anti-korupsi dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kerjasama dengan KPK dan lembaga
anti-korupsi terkait sangat penting, dimaksudkan agar tidak ada kesalah pahaman
dan lebih memudahkan skema pendidikan –sosialisasi- yang efektif dan
terintegrasi.
Ketiga,
Tut Wuri Handayanai, maknanya “ketika dibelakang, maka harus menjadi
seorang motivator”. Ketika seorang pemuda tidak memiliki jabatan, pendidikan
tinggi sekelas mahasiswa, dan bukan merupakan seorang organisator, maka dia
harus mendukung segala kegiatan-kegiatan yang positif dengan cara dia mengikuti
kegiatan sosialisasi anti-korupsi, mengajak teman bergaulnya untuk senantiasa
berbuat jujur, dan tidak membiasakan budaya nongkrong serta kongkow-kongkow
di tepi jalan.
Realita
saat ini kasus korupsi justru banyak terjadi di kalangan masyarkat menengah ke
bawah -orang yang kekurangan, baik secara pendapatan maupun pendidikan. Memang
jumlahnya sedikit dan tidak terlalu terlihat merugikan negara, tetapi yang
harus diperhatikan adalah budaya seperti itu merupakan cikal bakal dari
kasus-kasus korupsi kelas kakap yang merugikan negara milyaran bahkan triliunan
rupiah.
Sebagai
contoh, sebut saja orang-orang yang bekerja sebagai tukang bangunan. Banyak
pegawai yang mengambil keuntungan dari pembongkaran truk-truk yang mengangkut
pasir dengan cara mengurangi volume pasir di tengah jalan. Perbuatan tersebut
memang tidak mrugikan negara, tetapi tetap saja merupakan suatu tindakan
korupsi. Oleh karenanya, peran pemuda juga diperlukan meskipun mereka bukanlah
seorang eksekuti atau organisator sekalipun.
Pemuda
bisa menjadi seorang motivator, menasihati dan mengajak teman pekerja agar
tidak melakukan perbuatan curang seperti yang telah disebutkan. Partisipasi pemuda memiliki andil besar dalam
mensukseskan tindakan preventif tindak pidana korupsi. Terutama untuk mendidik
mereka yang lebih muda agar senantiasa mengutamakan sikap kejujuran dalam
kesehariannya.
Pendidikan
dan cara yang pendekatan kepada kaum muda juga nampaknya perlu diperbaiki.
Setidaknya ada tiga tahapan yang bisa ditempuh dalam membina rekan sejawat yang
lebih muda. Mereka yang masih dalam usia anak-anak (< tahun), lebih
diberikan kebebasan. Artinya segala kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan
harus dimaklumi sebagai proses pembelajaran dari kesalahan yang mereka lakukan.
Kemudian mereka yang berada pada umur
belasan (11-19 tahun), diberikan arahan dan sedikit paksaan untuk ditanamkan
nilai kejujuran, diberi himbauan tentang yang salah dan benar, juga yang baik
dan buruk. Sehingga mereka yang tidak berbohong atau melakukan perbuatan curang
harus diberikan sanksi yang mendidik. Misalnya, di sekolah siswa tidak boleh
mencontek dan berbuat curang dalam mengerjakan soal-soal ulangan (ujian), maka
jika ada yang melakukan tindakan curang harus diberi sanksi tegas dan diberi bimbingan
dengan serius oleh gurunya melalui pendekatan seorang ibu/ayah kepada anaknya supaya
anak terbiasa berbuat jujur dan mau belajar mempersiapkan diri menghadapi
ulangan.
Sementara mereka yang berada di kisaran
umur dua puluhan ( >20 tahun), diajak diskusi tentang korupsi, kejujuran,
perpolitikan, dan hukum kenegaraan. Harapannya, mereka bisa mengeluarkan
ide-ide brilian yang bisa mengentaskan masyarakat dari jeratan kemiskinan.
Dengan sendirinya mereka juga akan memahami bahwa perbuatan korupsi merupakan
perbuatan yang salah dan merugikan diri sendiri juga orang lain. Dengan metode
pendidikan dan pendekatan seperti itu juga bisa memancing kedewasaan dan rasa
bahwasanya mereka dibutuhkan dan dihargai oleh masyarakat. Para remaja juga
menjadi lebih peduli terhadap nasib bangsa dan bisa meringankan tugas lembaga
anti-korupsi karena jiwa anti-korupsi sudah terbentuk di benak generasi muda
sedari dini. Sebagaimana pepatah mengatakan, bagaimanapun tindakan pencegahan
itu lebih baik dari pada tindakan penanganan dan pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Pemberantasan korupsi di Indonesia sudah
lama di mulai sejak dimulainya zaman reformasi pada tahun 1998. Pemerintah
secara estafet memcetuskan undang-undang terkait pendirian lembaga anti-korpsi.
Akan tetapi peran dari lembaga anti-korupsi masih kurang efektif dikarenakan
kurangnya kerjasama inter-lembaga yang terintegrasi.
Melihat fakta yang demikian, maka
dibutuhkan peran dari masyarakat yang bisa dimotori oleh pemuda sebagai pengawal
pergerakan dari kinerja pemerintah. Namun, peran pemuda yang ugal-ugalan juga
malah terkadang menjadi penghambat suksesnya program yang telah dirancang, oleh
karenanya perlu pendidikan karakter yang mengutamakan kearifan lokal.
IV.2. Saran
Beberapa hal yang bisa disarankan untuk
pemerintah adalah :
1. Pemerintah harus mengintegrasikan
kerjasama antar lembagaanti-korupsi sehingga bisa semakin efektif dan
professional.
2. Pendidikan karakter , penanaman
nilai-nilai kejujuran, dan pemberdayaan pemuda sudah seharusnya dimulain dari
sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
20/2001 mengenai perubahan atas Undang-undang 31/1999 mengenai pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang
15/2002 mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan pembentukan
sebuah lembaga pengadilan khusus tindak pidana korupsi.
Undang-undang 22/ 2004 mengenai Komisi Yudisial
Survey CSIS dan
USINDO. Menghentikan Korupsi di Indonesia,2003-2006 : Sebuah Survey Tentang
Berbagai Kebijakan dan Pendekatan pada Tingkat Nasional
Suryadi, Arsip.”
Ajaran Ki Hajar Dewantara :Butiran
Mutiara yang Hilang”. Serba-serbi Mozaik Januari 2009.
Gie, Kwik Kian. 2006.
Pikiran yang Terkorupsi. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Alatas,
Syed Hussain. 1987. Korupsi: Sifat,
Sebab, dan Fungsi. Jakarta. LP3ES.
Maheka,
Arya. 2010. Mengenal dan Memberantas
Korupsi. Jakarta. KPK.
Rumida Sianturi. 2009. “Kewenangan
POLRI dalam penanganan tindak pidana korupsi”:
Tesis
Majalah
Integrito vol.21/V Mei-Juni 2011
[1]
Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia; Rizal Razib A.,
mahasiswa semester V jurusan Bisnis Manajemen Islam, Eko Kurniadi mahasiswa
semester III jurusan Ilmu Ekonomi Islam, dan Nensi Dewi mahasiswa semester III
jurusan Bisnis Manajemen Islam.
[2]
Lihat Okezone.com, 10 Maret 2010, ICW: Wajar Indonesia Jadi Jawara Korupsi.
[3]
Lihat Okezone.com, 14 Juni 2011, Priyo Kaget Indonesia Terkorup Se-Asia
Pasifik.
[4]
Lihat politik.kompasiana.com, 10 Agustus 2011, Nazaruddin sampai Edy Tanzil
Pilih Singapura Untuk Kabur. Apa Rahasianya?
[5] Peran pemuda sangat besar karena merupakan
tonggak transforamsi bangsa dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
[6]
Periksa karangan Wertheim
yang instruktif “The Sociological Aspecs of Corruption in Indnesia,” hal.
206-207, dalam Arnold J. Heidenheimer, Political
Corruption, Holt, Rinehart, Winston, New York, 1970.
[7]
Lihat indopos.co.id, 27 sept 2005
[9]
G.R.
Driver, J.C. Miles (Penyunting, penerjemah), The Babylonian Laws, Jlid 1, hal. 69, Oxford University Press,
London, 1952.
[13] R. A. Knox (pen), The Old Testament, Jilid 11, hal. 1396,
Amos 5: 12, Burns Oates and Washburn, London, 1949.
[14]
Survey CSIS dan USINDO. Menghentikan Korupsi di Indonesia,2003-2006 : Sebuah
Survey Tentang Berbagai Kebijakan dan Pendekatan pada Tingkat Nasional, hal 67
[15]
Ibid, hal 68
[16]
Ibid, hal 70
[17]
Undang-undang 30/2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi dan pembentukan sebuah lembaga pengadilan khusus tindak
pidana korupsi.
[18]
Survey CSIS dan USINDO. Menghentikan Korupsi di Indonesia,2003-2006 : Sebuah
Survey Tentang Berbagai Kebijakan dan Pendekatan pada Tingkat Nasional, hal 79
[19]
Undang-undang no.25/2002 disahkan
pada bulan April 2002 dan direvisi pada bulan Oktober 2003.
[20] Lihat Detiknews.com, “ Lawan Pengusaha, KPPU Kalah 3 Kali Berturut-
turut di Meja Hijau”, Kamis, 08/09/2011
[21] Undang-undang 22/ 2004 mengenai Komisi
Yudisial
[22] Lihat sejarah Polri di www.polri.go.id
[23] Lihat tentang Polri di www.polri.go.id
[24] Tesis Rumida Sianturi. 2009. “Kewenangan POLRI dalam penanganan tindak
pidana korupsi.”
[25] Republika, edisi kamis, 13
Oktober 2011,”Pengadilan Tipikor Daerah Surga Koruptor”, hal. 1.
[26]
Integrito vol. 21/V Mei-Juni 2011
[27]
Banyak organisasi mahasiswa dan LSM yang memperjuangkan aspirasi politik dari Parpol
maupun golongan-golongan tertentu.
[28]
Suryadi, Arsip.” Ajaran Ki Hajar
Dewantara :Butiran Mutiara yang Hilang”. Serba-serbi Mozaik Januari 2009
1 komentar: (+add yours?)
izin copas teorinya.. :) makasih
Post a Comment